Tukadaya, Jembrana – Cerita Rasa, sebuah festival desa yang telah memasuki tahun ketiga, kembali digelar pada 12 Juli 2024. Tahun ini, festival tersebut berkolaborasi dengan Sinema Mikro Sanggar Bali Tersenyum, sebuah program literasi film dari Kemendikbud Ristek melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan. Cerita Rasa menyajikan dua film dokumenter yang mengangkat isu air dan hutan di Jembrana, yang menjadi sorotan utama layar tancap sekaligus menjadi benang merah program tahun ini.
Film dalam Cerita Rasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sebagaimana tagline yang diusung yaitu storytelling, film, art & culture. Tahun ini, festival tersebut menampilkan dua film dokumenter yang sangat relevan dengan isu lingkungan setempat. Film pertama, berjudul "Hutan Terakhir" karya Wayan Martino, menggambarkan perjalanan Restu, seorang pengurus pemipaan air bersih untuk warga Yeh Embang Kauh. Film ini menggambarkan perjuangan mendapatkan air bersih dari dalam 'hutan terakhir' yang kini telah dirambah oleh masyarakat.
Dokumenter kedua, berjudul "Kita, Air dan Hutan", merekam cerita dari masyarakat desa Tukadaya tentang upaya mereka memperoleh air bersih dari dalam hutan. Film ini juga mengeksplorasi berbagai kendala yang dihadapi dalam pengelolaan perhutanan sosial di desa tersebut. Dokumenter ini merupakan hasil karya jurnalistik dalam program Anugerah Jurnalisme Warga Balebengong.id, dengan tim produksi yang terdiri dari Yurika Dewi, Komang Sutirtayasa, dan Made Suarbawa.
Kedua film ini tidak hanya mengangkat isu-isu penting tentang air dan hutan di Jembrana, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan mendalam tentang keberlanjutan lingkungan dan peran masyarakat dalam menjaga alam mereka. Melalui layar tancap di festival Cerita Rasa, masyarakat Tukadaya diajak untuk lebih memahami dan menghargai kekayaan alam yang mereka miliki serta tantangan yang dihadapi dalam menjaga lingkungan tersebut.
Tema dua film tersebut menjadi landasan acara “Mengenal Tanaman di Sekitar Kita.” Anak-anak usia 6 hingga 14 tahun diajak mengidentifikasi tanaman yang sering mereka konsumsi, seperti jukut kelor, bayam, kangkung, kekaro, kelentang, dan daun singkong.
Setelah itu, mereka mengamati tanaman di sekitar rumah, meraba, mencium, dan merasakan jenis-jenis tanaman, termasuk kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) yang dijadikan boreh. Anak-anak juga mengenal daun jeruk, pohon anggur, dan sirih.
Setelah sesi pengamatan, mereka membawa beberapa jenis daun dan menuliskan pertanyaan dalam peta pikiran. Kelompok yang menulis tentang daun sirih menemukan penggunaannya dalam porosan untuk canang sari yang kemudian digunakan untuk persembahyangan, sementara kelompok yang menulis tentang puring menemukan bahwa tanaman tersebut digunakan juga sebagai porosan dalam canang sari.
Salah satu kegiatan yang menarik dalam Festival Cerita Rasa 2024 adalah Bioskop Mini, sebuah inisiatif yang dirancang khusus untuk membawa suasana bioskop ke tengah-tengah anak-anak di Desa Tukadaya.
Desa Tukadaya, yang terletak 100 km dari bioskop terdekat di Denpasar atau Badung, adalah tantangan aksesibilitas yang signifikan dalam hal hiburan bioskop. Bagi anak-anak di desa ini, kesempatan untuk menikmati pengalaman bioskop sungguhan mungkin hanya akan muncul ketika mereka memiliki kesempatan untuk pergi ke kota, suatu hal yang mungkin terjadi bertahun-tahun lagi.
Anak-anak yang hadir di Bioskop Mini memiliki kesempatan untuk memilih film yang mereka sukai dari berbagai pilihan yang telah disediakan untuk umur mereka. Mereka juga harus memilih tempat duduk yang mereka inginkan, dan ingin duduk dekat dengan siapa. Proses memilih ini juga merupakan bagian dari pendidikan mereka dalam membuat keputusan yang baik dan menghargai pilihan yang tersedia. Untuk mendapatkan tiket, mereka mengantri dengan tertib, sebuah pelajaran tentang etika sosial yang penting untuk ditanamkan sejak dini.
Ketika mereka duduk untuk menonton film, suasana Bioskop Mini menciptakan pengalaman yang nyaris mirip dengan di bioskop sungguhan. Anak-anak belajar untuk duduk dengan tenang dan menghargai ruang bersama, sambil menikmati cerita yang diproyeksikan di layar besar. Setelah selesai menonton, mereka diberi kesempatan untuk berdiskusi tentang cerita yang mereka saksikan. Diskusi ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mereka tentang cerita dan karakter, tetapi juga mengembangkan kemampuan dan kebiasaan berbicara mereka.
Pengenalan ulang terhadap karya-karya sastra Bali klasik menjadi krusial dalam kehidupan masyarakat Bali, tidak hanya sebagai tuntunan kehidupan sehari-hari tetapi juga sebagai panduan spiritual yang melengkapi upacara-upacara sebagai bagian Panca Gita, yaitu Mantra, Genta, Kidung, Gamelan, dan Kentongan.
Kegiatan pengenalan sastra Bali klasik ini berlangsung dalam bentuk pelatihan singkat yang dimaksudkan untuk memantik minat anak-anak dan remaja. Program ini diisi oleh pak Putu Suaha dari banjar Berawantangi Taman, Tukadaya, dan pak Ketut Subandi dari banjar Moding, Desa Candikusuma. Pak Suaha menekankan bahwa dalam sastra Bali banyak pelajaran yang dapat dijadikan tuntunan hidup. “Seperti pesan dalam Pupuh Ginanti. Kawruhe luir senjata, Ne dadi perabotan sai, Kaanggen ngaruruh merta, Saenun ceninge ceninge urip. Bahwa ilmu pengetahuan dan keterampilan adalah senjata utama untuk menyambung hidup. Akan selalu kita butuhkan selama kita masih bernafas. Main gim-gim di hape boleh, tapi coba juga gunakan hape untuk belajar metembang, banyak contoh bisa dicari di YouTube misalnya. Pasti akan bermanfaat,” tambah pak Suaha.
Di sisi lain, pak Subandi menyatakan kesiapannya untuk mendampingi anak-anak dalam belajar matembang sastra Bali. “Saya bukan penembang yang hebat, tapi saya punya keinginan untuk belajar. Mari luangkan waktu, buat jadwal rutin untuk kita belajar bersama. Pokoknya saya siap mendampingi. Nah bantes kati juari mekidung di nuju pujawali di pura. Tujuan pang juari, sing perlu juara,” tegas pak Subandi.
Malam festival Cerita Rasa terasa hangat dengan kehadiran masyarakat dari luar desa Tukadaya yang turut meramaikan acara. Umpan balik mereka yang positif dan penuh apresiasi terhadap pentingnya kegiatan ini menjadi dorongan bagi Cerita Rasa untuk terus konsisten. Festival ini telah menunjukkan potensinya sebagai lebih dari sekadar acara biasa; ia menjadi sebuah platform yang memperkaya jiwa dan pengetahuan komunitas secara holistik.
Dukungan dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk memastikan keberlanjutan festival ini di tahun-tahun mendatang. Dengan keterlibatan dan kontribusi semua pihak, Festival Cerita Rasa dapat terus menginspirasi dan membangkitkan semangat gotong royong dalam masyarakat. Bersama-sama, kita bisa menjadikan Cerita Rasa sebagai wadah untuk melestarikan dan mengembangkan budaya serta pengetahuan lokal yang berharga.
Industri film Indonesia berkembang pesat dan menjadi sorotan dunia dalam satu dekade terakhir. Hal ini menunjukkan perkembangan yang mengagumkan dalam menciptakan karya-karya sinema yang berani dan inovatif. Meskipun begitu, masih ada kesenjangan yang perlu diatasi, terutama dalam hal pemerataan kapasitas dan wawasan para pembuat film pemula di Indonesia.
Untuk mengatasi tantangan ini, Lab Indonesiana Manajemen Talenta Nasional Seni Budaya di bawah naungan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bersama dengan Minikino di bawah naungan Yayasan Kino Media, meluncurkan sebuah program inovatif bertajuk Shorts Up, sebuah inisiatif yang didedikasikan untuk mengembangkan bakat-bakat baru di industri film Indonesia yang akan diselenggarakan pada tanggal 7 hingga 9 Juni 2024 di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat
“Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat dan memajukan ekosistem bidang perfilman, melalui kegiatan ini kami mendukung para sineas-sineas berbakat untuk mengembangkan potensi mereka bersama para ahli di bidang film” ungkap Restu Gunawan, Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan.
“Kami mendukung penuh perkembangan dan akses para filmmaker Indonesia untuk menuju panggung perfilman internasional. Kami optimis melalui program-program yang bersifat peningkatan kapasitas sumber daya, industri perfilman Indonesia akan mampu bersaing secara global ”, lanjut Restu.
Shorts Up bertujuan memetakan dan mendampingi bibit-bibit filmmaker Indonesia, memberikan mereka akses dan peluang yang setara untuk berkembang dalam dunia perfilman. Berfokus pada film pendek, program ini menjadi langkah awal yang paling strategis menuju berbagai produksi yang lebih besar dan ambisius.
Kegiatan Shorts Up dirancang sebagai sebuah bentuk lokakarya dan pendampingan yang berkelanjutan. Hari pertama kegiatan akan dibuka dengan sesi pembekalan bagi delapan kelompok produksi terpilih, bersama para mentor dan seluruh panitia penyelenggara. Pembekalan ini penting untuk membangun rasa kepercayaan dan kenyamanan antara peserta dan mentor, yang akan menjadi kunci kesuksesan dalam proses pembelajaran selanjutnya.
Pada hari kedua dan ketiga, peserta akan terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk pemutaran film pendek karya mereka yang akan dibahas secara kritis bersama mentor dan peserta lainnya. Selain itu, mereka akan mendapatkan sesi sharing bersama para mentor berpengalaman tentang seni dan manajemen produksi film pendek. Peserta juga akan memiliki kesempatan untuk melakukan presentasi pitch deck project film pendek yang ingin mereka kerjakan di hadapan para mentor.
Melanjutkan rangkaian kegiatan di Pulau Lombok, peserta Shorts Up juga akan menjalani pendampingan secara daring dan juga selanjutnya dipersiapkan untuk dilibatkan dalam Short Film Market di festival film pendek internasional Minikino Film Week 10 di Bali pada bulan September mendatang. Para peserta akan berpartisipasi aktif dalam forum-forum dan panel diskusi. Termasuk acara-acara yang khusus yang memang dirancang untuk peserta Shorts Up. Melalui acara di Short Film Market ini, mereka kembali mendapatkan suntikan wawasan berharga dari para narasumber profesional di industri film nasional dan internasional.
Beberapa nama yang dipersiapkan untuk menjadi mentor tahun ini adalah Putu Kusuma Wijaya, sutradara yang baru saja merilis film panjang pertamanya, Jayaprana Layonsari; Ursula Tumiwa, produser film dokumenter; Khozy Rizal, sutradara film muda dengan berbagai penghargaan film internasional; dan Putri Sarah Amelia, akademisi dan praktisi film. Selanjutnya, Short Film Market di Minikino Film Week 10, Bali International Short Film Festival juga akan menghadirkan para profesional serta nama-nama penting dari industri film pendek internasional.
Kolaborasi ini semakin mempertegas komitmen bersama untuk memajukan industri film Indonesia dengan memperkuat generasi baru pembuat film yang berbakat dan berpotensi.
Melalui rangkaian kegiatan Shorts Up ini, diharapkan industri film Indonesia akan dibanjiri dengan ide-ide segar dan bakat-bakat baru yang semakin berkualitas. Program ini juga diharapkan membawa warna baru serta visi yang berbeda dalam panorama perfilman Indonesia dan di panggung dunia.
Squatting & Dance merupakan platform riset dan pengembangan praktik artistik pertunjukan yang mencoba menyingkap konstruksi estetis-politis laku jongkok dalam pangung tari/pertunjukan serta koreografi sehari-hari. Bersama Mulawali Institute, Wayan Sumahardika–sebagai inisiator–telah memulai riset dan produksi pertunjukan tahun 2021 melalui karya “The (Famous) Squatting Dance: Jung Jung – Te Jung”. Pertunjukan ini berangkat dari arsip tari Igel Jongkok karya maestro Bali I Ketut Marya.
Sosok I Marya (I Mario/Maria) merupakan maestro tari kontemporer Bali yang tumbuh di era transisi Bali dari kerajaan menjadi wilayah jajahan kolonial. Marya sendiri dikenal lantaran karya tari monumentalnya seperti Igel Jongkok/Kebyar Duduk, Kebyar Terompong, dan Oleg Tamulilingan. Praktik yang sebelumnya berorientasi pada produksi pertunjukan tunggal, pada 26-28 April 2024 ini, kemudian dikembangkan lebih lanjut menggunakan pendekatan dramaturgi festival bertajuk “The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya”.
Melalui kolaborasi dengan lembaga Arsip Bali 1928, Gurat Institute, Bang Dance, Ninus, ITB Stikom Bali serta sejumlah seniman dan sanggar tari di Bali, acara "Merayakan Marya" akan menghadirkan serangkaian program seperti pameran arsip, pertunjukan, workshop, dan diskusi bertempat di Puri Kaleran, Tabanan. Pilihan penyelenggaraan kegiatan di Puri Kaleran, Tabanan ini pun tak bisa dilepaskan dari konteks sejarah proses kreatif Marya di masa lalu.
Marlowe Bandem bersama Arsip Bali 1928 akan menampilkan pameran arsip karya I Marya. Sementara Gurat Institute melaui Gurat Artproject akan merespon sosok Marya ke dalam karya instalasi seni rupa. Ada juga program workshop Kebyar Duduk, napak tilas serta sejumlah diskusi tentang pengembangan dan pemanfaatan arsip karya dan sosok I Marya melalui pertunjukan oleh sejumlah seniman, akademisi, dan budayawan.
Selama tiga hari, acara juga akan menampilkan pertunjukan berbasis arsip dan karya I Marya. Beberapa diantaranya adalah “The (Famous) Squatting Dance: Jung Jung – Te Jung Dance” oleh Mulawali Performance Forum; Bee Dances oleh Ninus kolaborasi bersama Sanggar Sunari Wakya dan Komunitas Seni Arjuna Production; “Sejak Padi Mengakar” oleh Bang Dance; serta Tari Kebyar Duduk dan Kebyar Terompong oleh Sanggar Haridwipa.
“The (Famous) Squatting Dance: Jung Jung – Te Jung” oleh Mulawali Performance Forum menggunakan basis material arsip tari Igel Jongkok. Pertunjukan yang disutradarai oleh Wayan Sumahardika ini menawarkan pembacaan atas arsip tari Igel Jongkok dalam bingkai gestur kolonial, situasi transisional yang bergerak secara sirkular, serta bentang kemungkinannya untuk dilihat sebagai keberlanjutan dari kultur lokal. Jung Jung-Te Jung sendiri diambil dari bunyi tabuhan dalam tari Bali gubahan baru sebelum mengalami penamaan baru seperti Igel Jongkok hingga Kebyar Duduk. Proses penamaan ini tak hanya menyentuh persoalan praktik koreografi, tapi juga bagaimana interaksi Barat, modernitas, tradisi, dan komunalitas saling-silang di dalamnya. Penelusuran ini ditawarkan dalam bentuk naratif performatif melalui tubuh (penari) Bali hari ini.
“Bee Dances” merupakan kolaborasi perdana antara koreografer Indonesia, Ninus dan Kareth Schaffer yang merupakan koreografer yang berbasis di Berlin. “Bee Dances” menelisik bagaimana pertukaran budaya di masa pasca-kolonial dimungkinkan. Bagaimana perbedaan teknik tarian tersurat dalam tubuh keenam penari — dari Indonesia dan Eropa? Bagaimana penyebaran pengetahuan fisik menyebar keseluruh dunia? Bee Dances memetakan keterhubungan antara tari kontemporer sebagaimana yang sering dipentaskan di Berlin dengan teknik tarian tradisional Indonesia, menelusuri keterkaitannya melalui serangkaian intervensi, wawancara, rekonstruksi, dan bentuk koreografi baru. Tari Bali “Oleg Tamulilingan” karya I Mario yang terkenal dan “waggle dance” lebah madu Asia dan Eropa (apis cerana dan apis mellifera)—istilah yang pertama kalinya dijelaskan dengan tepat oleh ahli zoologi Jerman, Karl von Frisch—adalah referensi utama dari Bee Dances
Sementara karya tari “Sejak Padi Mengakar” karya koreografer Gus Bang Sada akan menampilkan isu kritis tentang kenyataan alih fungsi lahan pertanian di Bali secara massif. Ibarat padi yang semakin berisi semakin merunduk, Gusbang ingin melihat perubahan yang terjadi dari segala sisi tentang keberadaan pangan dan lingkungan. Secara artistik, pertunjukan ini menawarkan sikap duduk yang dipinjam dari salah satu sikap tari tradisi Bali (Kebyar Duduk) untuk menyatakan sikap kepemilikan atas lahan sekaligus bentuk adaptasi tubuh atas ruang yang mulai berubah.
Melalui event ini, masyarakat segala lapisan dapat melihat lanskap kemungkinan arsip dan repertoar tari untuk mampu dimanfaatkan dan dikembangkan secara kritis dengan konteks semangat zaman hari ini. Pertunjukan ini mendorong upaya kolaborasi lintas disiplin antar lembaga, komunitas, seniman, dan masyarakat yang bersentuhan langsung (dan tak langsung) dengan karya I Marya. Diharapkan, praktik semacam ini akan beresonansi lebih besar bagi terciptanya diskursus kritis atas pembacaan sejarah, proses kreatif, dan karya tari I Marya; ulang alik praktik tradisi dan kontemporer; pengembangan artistik seniman hari ini dan pengalaman menonton masyarakat.
Press Release, Denpasar, 2024
Penghargaan kompetisi nasional di Minikino Film Week 9 menegaskan bahwa film pendek adalah bentuk seni yang penting dalam eksperimen sinematografi, narasi, dan gaya visual. Pengakuan ini mendorong perkembangan film pendek lebih jauh lagi dan memacu inovasi dalam industri film secara keseluruhan.
Penghargaan dalam sebuah festival menjadi penting bagi pembuat film pendek, sebagai bentuk pengakuan atas pencapaian serta dedikasi mereka dalam industri film. Kehadiran penghargaan bertaraf nasional juga dapat memotivasi sineas untuk terus berkarya, meningkatkan visibilitas karya mereka, dan membantu mereka mendapatkan perhatian dari produser, distributor, dan penyelenggara festival film.
Ada 16 judul film pendek yang masuk tahap penjurian oleh Dewan Juri Nasional Minikino Film Week 9. Para Dewan Juri terdiri dari seniman, sastrawan dan filmmaker, dari beragam kebangsaan, disiplin ilmu dan gender. Mereka diundang untuk melihat film-film yang telah melewati seleksi resmi 2023 dan memenuhi persyaratan untuk MFW9 National Competition Award. Para dewan juri ini adalah Made Adyana Ole (Sastrawan dan Jurnalis, Indonesia), Kelly Lui (Programmer Toronto Reel Asian International Film Festival, Kanada), dan Pedro Toro (Direktur Artistik, Programmer, dan Kurator Comunidad de Madrid Film Festival, Spanyol).
Pemenang utama kompetisi nasional berhak atas hadiah tunai sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah, sementara Dewan Juri Nasional tahun ini akan menentukan pemenang Begadang Filmmaking Competition 2023 yang berkompetisi untuk hadiah senilai lima juta rupiah. Selain itu, nominasi kompetisi nasional MFW9 juga memiliki kesempatan untuk memenangkan hadiah tunai sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah dalam Rangkai Award at MFW9. Tahun ini, Lumix Indonesia juga turut mendukung dengan hadiah berupa kamera Lumix G90 K Kit untuk film produksi Indonesia yang akan diumumkan pada malam penganugerahan, tanggal 23 September 2023 mendatang.
Selain dukungan dari perusahaan berbasis di Indonesia, sejak 2021 Minikino Film Week juga bekerjasama dengan The Raoul Wallenberg Institute Humanitarian Rights and Law yang berbasis di Lund, Swedia, untuk memberikan perhatian pada film-film pendek produksi regional Asia Pasifik yang berfokus pada isu kesetaraan, kemanusiaan, dan lingkungan. Tiga film pendek akan mendapatkan RWI Asia Pacific Award di MFW9 dengan total hadiah uang tunai sebesar tiga puluh juta rupiah. Film-film yang masuk nominasi untuk memperebutkan penghargaan tersebut adalah Acung Memilih Bersuara (Amelia Hapsari, Indonesia, 2023), Blue Poetry (Muhammad Heri Fadli, Indonesia, 2023), One Day In Lim Chu Kang (Michael Kam, Singapura, 2022), Senandung Senyap (Riani Singgih, Indonesia, 2021), dan The Wedding Ring (Robin Narciso, Kamboja, 2022).
Selain National Competition Award juga memberikan penghargaan internasional untuk kategori Best Short Film Of The Year, Best Animation Short, Best Audio Visual Experimental Short, Best Children Short, Best Documentary Short, Best Fiction Short, Programmer’s Choice, Youth Jury Award, Begadang Filmmaking Competition, Rangkai Award, dan RWI Asia Pacific Award.
Juri untuk penghargaan kompetisi internasional tahun ini adalah Clarissa Jacobson (Penulis dan produser, Amerika Serikat), Gita Fara (Produser Film dan Tim Komite Festival Film Indonesia, Indonesia), dan Sébastien Simon (Sutradara dan Programmer Film Busan International Short Film Festival, Korea/Perancis).
Melalui penghargaan-penghargaan ini, Edo Wulia selaku Direktur Festival mengharapkan agar film pendek mulai dilirik dan diapresiasi lebih jauh oleh masyarakat. “Festival film pendek seperti Minikino Film Week yang mengedepankan pertemuan fisik saya harap bisa berumur panjang dan terus didukung oleh berbagai pihak. Karena festival seperti ini merupakan tempat terjadi pertemuan ide, pemahaman, dan pertukaran antarpelaku industri film pendek." pungkasnya.
ACCIDENTALLY INTENTIONAL | [d][w] Kevin Rahardjo / Indonesia / 2023 / Fiction / 14:07 //
Seorang remaja yang relijius menonton film porno pertama kalinya, namun secara tak sengaja audionya tersambung menggunakan bluetooth ke mobil ibunya
[ig] @kevin_rahardjo // Awards/Screenings: World Premiere, Palm Springs International ShortFest 2023
AKEDAH (THE BINDING) | [d][w] Alessandro Manuel Rustanto / Indonesia, Czech Republic / 2022 / Fiction / 13:33 //
Tahun 1965 saat pembersihan orang-orang yang dianggap komunis, seorang pendeta berjanji untuk membaptis seorang wanita secara diam-diam. Wanita itu sedang hamil dan mencari perlindungan.
AKHIRNYA (By and By) | [d][w] Adi Dwianto / Indonesia / 2023 / Fiction / 15:30 //
Di sebuah desa yang terpencil, kehilangan yang tragis membuat sepasang pria dan wanita berpisah, namun sebuah reuni memaksa mereka untuk kemballi berhadapan dengan kesedihan.
ALKISAH SI DEWA (The Myth of Dewa) | [d][w] Brahmma Putra Wijaya / Indonesia / 2023 / Fiction / 10:56 //
Sebuah kisah tentang seorang anak laki-laki pemalu yang mengunjungi seorang dukun yang menakutkan, Ia kemudian menemukan perasaannya seperti di rumah sendiri. // [ig] @utuh.studio @sinemalima Crew @brahmma99 @annisaadjam @lottalemett
ALMIGHTY (Mahakuasa) | [d] Kenneth Lisungan, Itqon Askary / [w] Itqon Askary, Kenneth Lisungan / Indonesia / 2023 / Fiction / 08:05 //
Seorang polisi yang bertugas dalam tragedi Kanjuruhan membuat para tetangganya bertanya-tanya karena ia tidak menghadiri pemakaman anaknya. // [ig] @kennethlisungan // Awards/Screenings: Official Selection Lift-Off Filmmaker Sessions by Lift-Off Global Network.
ATTACK ON CHOLESTEROL | [d][w] Anjas Artha Putra / Indonesia / 2022 / Fiction / 09:24 //
Kehidupan Tommy dipertaruhkan saat kolesterol baik dan buruk dalam tubuhnya terlibat dalam pertarungan anime abad ini.
BERDOA, MULAI // [d][w] Tanzilal Azizie / Indonesia, Cirebon / 2022 / Fiksi / 10:05 //
Sebagai seorang minoritas di sekolahnya, Ruth harus beradaptasi dengan kebiasan teman-temannya yang Muslim. //
Awards/Screenings: Nominee Madani International Film Festival 2022 | Official Selection Jakarta Film Week 2022 | Shortlisted 30 Besar Festival Film Indonesia 2022.
BISING (Chorus of The Wounded Birds) | [d] Amar Haikal / [w] Amar Haikal, Bintang Panglima / Indonesia / 2023 / Fiction / 12:24 //
Tengah malam, seorang pemuda yang sedang gundah mencari pelepasan di sebuah bengkel sepeda motor yang bising. //
[ig] @podium.pictures
BLUE POETRY | [d][w] Muhammad Heri Fadli / Indonesia / 2023 / Fiction / 18:28 //
Berkisah tentang seorang nelayan yang bekerja keras menangkap ikan di laut. Ia sering makan ikan yang mengandung plastik yang membuat tubuhnya berubah.
BURNING BLUE | [d] Ezra Cecio / [w] Ezra Cecio, Garry Christian / Indonesia / 2023 / Fiction / 13:58 //
Gita, seorang remaja putus asa yang dipaksa menjadi pemain bulu tangkis oleh ayahnya yang otoriter, menemukan jalan keluar melalui permintaan aneh yang diajukan kepada pacarnya. //
[ig] @agterplaasproduction
HOW DOES IT SOUND? | [d][w] Medy Mahasena / Indonesia / 2023 / Fiction / 13:45 //
Arya adalah seorang komposer yang ingin membuat skor musik untuk film karya Edy namun trauma bom Bali menghambatnya berkarya. //
[ig] @satufrekuensi.films
I SAW A GHOST, AND IT WAS BEAUTIFUL | [d][w] Bobby Fernando / Indonesia / 2022 / Animation / 09:06 //
Seorang agen properti yang jenuh dengan pekerjaannya berubah menjadi konfrontasi nyata yang menyelubungi kebenaran di balik kliennya yang hilang. //
[ig] @odnanrefybbob
IYA IYA IYA IYA | [d] Winner Wijaya / [w] Winner Wijaya, Rayner Wijaya, Adit MKM / Indonesia / 2023 / Fiction / 17:32 //
Mariana dan Callista mengobrol tentang kehidupan cinta mereka. //
[ig] @horebesoklibur
MEMORI DIA | [d][w] Asarela Orchidia Dewi / Indonesia / 2022 / Fiction / 19:00 //
Saat mengingat kembali kenangan yang terlupa cukup lama, Azka menemukan rasa sakit yang belum selesai dan tidak pernah mereka ketahui keberadaannya. //
[ig] @qunfilms @asarela.dewi @chloeclau //
Awards/Screenings: Won Jury Award, Divine Queer Film Festival 2023 – Italy | Screened at Asian Perspective – Short Compilation Jogja Netpac Asian Film Festival, 2022 – Indonesia
REMEMBERING THE SERENADE | [d] Muhammad Exsell Rabbani / [w] Muhammad Exsell Rabbani, Agnes Monica Hernadi, Ernest Lesmana // Indonesia / 2022 / Fiction / 18:23 //
Seorang wanita paruh baya yang kesepian memutuskan apakah akan berkencan dengan mantan pacarnya atau merawat ibunya yang terkena Alzheimer. //
[ig] @serojafilm
SENANDUNG SENYAP (A SONOROUS MELODY) | [d] Riani Singgih / Indonesia / 2022 / Documentary / 24:26 //
Tumbuh besar dalam tuli, Mufi mengukir karir musiknya untuk menginspirasi orang lain untuk mengekspresikan diri mereka melalui bahasa isyarat. //
[ig] @inteamates.id @storiesofus Team @jejakria @annisaadjam @trezola //
Awards/Screenings: Selected Project Yamagata Doc Dojo 2021 | Selected Project IF/Then Southeast Asia Doc Lab 2020.
Minikino Film Week (MFW9) - Bali International Short Film Festival, berlangsung dari tanggal 15 hingga 23 September 2023 mendatang di Bali. MFW9 tahun ini akan diadakan dalam format hybrid, menggabungkan komponen fisik dan virtual. Semua pemutaran film dan diskusi akan dilakukan secara langsung, sementara sejumlah forum dalam Short Film Market akan diadakan secara daring, guna memperluas akses kepada khalayak yang lebih luas dan mengakomodasi para pembuat film dan pembicara yang tidak dapat hadir secara langsung.
Edo Wulia, Direktur Festival MFW9, menyatakan optimisme terhadap edisi tahun ini, dengan mengatakan, "MFW tahun ini lebih stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya saat pandemi Covid-19. Akibatnya, kami melihat peningkatan partisipasi dari pemangku kepentingan industri film pendek, termasuk pelaku lokal, nasional, dan internasional."
Penggelaran MFW9 yang sukses terwujud berkat dukungan yang besar dari berbagai pihak. Festival tahun ini mendapat dukungan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2023. Selain itu, organisasi dan entitas swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri, turut berkontribusi dalam mewujudkan festival ini. Di antaranya adalah PT Kino Media Nusantara (Minikino Studio), The Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law Regional Asia Pasifik, Lumix Indonesia, Grab, Rangkai, dan berbagai kerjasama dengan berbagai media, festival film internasional, universitas, tempat penyelenggaraan, perusahaan, dan komunitas lokal di Bali.
Dari 1.111 film pendek yang masuk melalui platform online Short Film Depot dan Filmfreeway, sebanyak 187 film, termasuk produksi Indonesia, telah terpilih untuk diputar. Selain itu, kolaborasi nasional dan internasional Minikino telah menyusun program film pendek tamu dan film-film untuk segmen Market Screening. Tahun ini, MFW9 akan menampilkan total lebih dari 275 film pendek, berasal dari Indonesia maupun negara-negara asing, mewakili 69 negara yang berbeda. Film-film ini akan diputar selama 9 hari penuh, di 13 lokasi berbeda yang tersebar di seluruh pulau Bali.
Program film pendek dalam MFW9 mencakup beragam jenis program, termasuk 33 program internasional, 3 Program Inclusive Cinema, 6 program S-Express 2023 Asia Tenggara, 6 program Indonesia Raja 2023, 4 VR Films, 5 Program Tamu, 7 Market Screening, 1 program Pool Cinema, dan Begadang 2023 Official Selection. Setiap film dalam program ini disertai dengan panduan rekomendasi batas usia dan dilengkapi dengan takarir dalam bahasa Indonesia. Penting juga dicatat bahwa beberapa program film akan didampingi oleh relawan profesional sebagai active listener dari Ikatan Psikologi Klinis HIMPSI Wilayah Bali.
Fransiska Prihadi, Direktur Program MFW9, mengungkapkan, "Meskipun MFW9 sudah memberikan panduan rekomendasi batas usia, kita tidak pernah sepenuhnya tahu kondisi psikologis para penonton. Di beberapa film yang memiliki konten eksplisit seperti trauma, kehadiran profesional sebagai active listener diperlukan untuk memberikan ruang aman. Sehingga kita semua bisa menikmati film, berdiskusi, dan berpikir kritis dalam ekosistem yang sehat."
Dengan berbagai program yang menarik dan perhatian terhadap kesejahteraan psikologis penonton, MFW9 berkomitmen untuk memberikan pengalaman yang mendalam dan bermakna dalam mengeksplorasi dunia film pendek internasional dan Indonesia.
MFW9 Inclusive Programs kembali menjadi bagian integral dalam upaya mewujudkan festival yang inklusif. Program ini mencakup serangkaian pemutaran film dan lokakarya yang ditujukan untuk semua penonton, dengan perhatian khusus pada penyandang disabilitas. Setiap film dalam program ini dilengkapi dengan Closed Caption (CC)/Subtitles for the Deaf and Hard-of-Hearing (SDH) dalam Bahasa Indonesia, yang merupakan jenis subtitle yang memfasilitasi penonton yang tuli atau kurang pendengaran. Selain itu, program ini juga menyertakan Audio Description (AD) dalam Bahasa Indonesia, yang disisipkan ke dalam film untuk penonton dengan disabilitas netra. Yang membuat tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya adalah program AD sepenuhnya diisi oleh relawan penyandang disabilitas netra yang berasal dari Bali.
Edo Wulia berharap bahwa partisipasi penyandang disabilitas netra dalam produksi AD bersama Minikino Studio ini akan membuka peluang baru bagi komunitas tersebut. "Kami berusaha untuk memperkenalkan AD ke dalam ekosistem festival di Indonesia, dan semoga hal ini menjadi tren positif serta membuka peluang baru bagi pengisi suara tunanetra," ungkap Edo Wulia. Hal ini sejalan dengan semakin kuatnya gerakan inklusif dan peningkatan kesadaran akan pentingnya aksesibilitas yang semakin ditekankan.
Salah satu inisiatif baru yang diperkenalkan adalah MFW9 Market Screenings, yang bertujuan untuk menyediakan platform pertukaran film pendek bagi berbagai instansi perfilman internasional. Berbeda dengan program pemutaran film biasa, Market Screening dikelola langsung oleh instansi yang terlibat, dengan MFW9 berperan sebagai fasilitator. Beberapa instansi yang ikut serta dalam program ini meliputi SAE Media Academy (Indonesia), Doha Film Institute (Qatar), Institut Seni Indonesia Denpasar (Indonesia), Universitas Pelita Harapan (Indonesia), Universitas Multimedia Nusantara (Indonesia), Rangkai (Indonesia), dan Festival Film Purbalingga (Indonesia).
Market Screening merupakan bagian integral dari Short Film Market MFW9, yang bertujuan membangun jembatan antara profesional di tingkat nasional dan internasional. Program ini juga mendorong pertemuan dan pertukaran langsung, membuka lebih banyak peluang untuk terlibat dalam industri film. "Pusat perhatian dari wadah ini adalah pertukaran nilai budaya, modal sosial, dan pameran bagi para pemangku kepentingan dalam dunia perfilman," jelas Edo Wulia.
Selain itu, festival ini juga akan menampilkan program film pendek dari jaringan regional Asia Tenggara melalui S-Express 2023 Networks dan regional Indonesia melalui jaringan programer Indonesia Raja 2023. Tidak hanya itu, MFW9 juga akan mempersembahkan program film pendek dari kolaborator festival internasional seperti Alcine Film Festival (Spanyol), Kaohsiung Film Festival (Taiwan), Toronto Reel Asian (Kanada), Image Forum Festival (Jepang), dan Show Me Short Film Festival (Selandia Baru).
MFW melibatkan Micro Cinema, Community Screening, dan Pop-Up Cinema di sejumlah lokasi Bali. Ini memberi penduduk lokal akses dan pengalaman eksklusif, sementara pengunjung yang ingin merasakan Bali lebih dekat juga dapat menikmatinya. Ini menciptakan kesempatan unik untuk menggali budaya dan seni di Bali.
Akhir pekan antara perayaan Galungan dan Kuningan, pada tanggal 5 dan 6 Agustus 2023, Sanggar Bali Tersenyum kembali dengan program Festival Cerita Rasa. Sebagai inisiatif ruang literasi bagi anak-anak sekitar; berkumpul dan mendorong mereka untuk membaca, bercerita, menggambar, mengenal kuliner khas pedesaan hingga membuat kerajinan.
Tahun 2019 merupakan awal Bali Tersenyum mengundang anak-anak datang dan berkegiatan dengan menyediakan buku-buku bacaan dan peralatan menggambar dan mewarnai. Salah satu yang sering datang adalah Dedek, diajak oleh kakaknya Juni. Ketika itu Juni sudah kelas 4 SD sedangkan Dedek belum bersekolah.
Dedek adalah anak yang selalu ceria, aktif dan ceplas-ceplos. Ruang seperti Sanggar ini menjadi alternatif tempatnya bermain, selain interaksi di rumah, di sawah dan sekitar desa bersama teman sebaya. Usia mereka mulai 7 hingga 13 tahun. Mereka bersekolah di tempat yang berbeda. Walaupun begitu, dalam kesehariannya mereka bermain bersama-sama karena rumah mereka berdekatan.
Saat kabar Festival Cerita Rasa kembali digelar kami sebarkan seminggu sebelumnya, Dedek sangat aktif datang menanyakan apa yang bisa dia lakukan saat festival. Dia juga menjadi penggerak, mengajak teman-teman sepermainannya untuk ikut datang. Ini membuat kami merasa bersemangat juga, karena merasa apa yang kami lakukan di halaman rumah, dapat memantik semangat dan antusiasme. Mungkin mereka hanya menganggap acara ini tempat bermain saja. Namun kita tahu, bahwa ruang-ruang literasi apapun bentuknya sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak-anak.
Saat kami masih menyiapkan peralatan dan waktu pembukaan masih beberapa jam lagi, mereka datang beramai-ramai menggunakan sepeda sambil tertawa-tawa riang.
“Pak Dek, jam kudo mulai?” teriak Dedek dari atas sepedanya.
“Jam dua!” jawab kami.
“Men keto kal mulih malu.”
“Dini gen melali, sambila maco buku.” jawab saya mengarahkan mereka ke teras, tempat rak buku disiapkan.
Mereka masih punya serentetan pertanyaan. Apakah boleh ikut menggambar seperti tahun lalu? Bolehkah mengajak teman-teman yang lain? Apakah ada hadiah? Jawaban dari kami adalah ya dan boleh untuk pertanyaan mereka. Karena acara Festival Cerita Rasa adalah hadiah kami untuk mereka.
Acara pun dimulai jam dua siang, dengan pembukaan pameran foto Suryagrafi. Dedek dan teman-temannya duduk di deretan kursi paling depan. Made Birus selaku penggagas Festival Cerita Rasa membuka pameran dan memberikan penjelasan mengenai pameran tersebut. Foto-foto yang dipamerkan merupakan hasil dari program rekam matahari, yang menggunakan metode kamera lubang jarum atau pinhole. Teknik ini mengandalkan prinsip dasar penangkapan cahaya tanpa lensa, menghasilkan gambar-gambar yang unik dan penuh karakter.
Anak-anak diberikan kesempatan pertama memasuki ruang pameran. Mereka mendapat penjelasan bagaimana proses pengambilan foto suryagrafi, dan bagaimana bentuk dan cara kerja kamera lubang jarum. Walau mungkin belum paham benar dengan apa itu suryagrafi atau kamera lubang jarum, Dedek dan teman-temannya menikmati foto-foto yang tertempel di dinding. Mereka berusaha membaca keterangan foto dan mengenali setiap objek foto dan lokasinya. Sepuluh foto yang dipamerkan tersebut diambil di beberapa wilayah Yogyakarta, Jawa Barat dan Bali. Fotografer yang terlibat adalah Nur Hasanah Sawil dari Jawa Barat; Irman Ariadi dari Yogyakarta; Stanis Obeth Hollyfield, Syafiudin Vifick, Ivy Sudjana dan Adyatma, serta Made Suarbawa dari Bali.
Saat para pengunjung festival lain menikmati pameran foto, anak-anak diajak untuk menggambar. Anak-anak berebut mengambil kertas gambar, pensil, penghapus dan krayon. Pak Mang Tirta dari panitia festival memberitahukan, bahwa acara menggambar hari ini dan besok sedikit berbeda. Mereka diberikan contoh gambar yang terpotong-potong, dan untuk membentuk sebuah gambar mereka harus melempar dadu. Cara unik ini awalnya membuat mereka bingung, namun setelah diberitahu caranya mereka dengan antusias mengikuti. Dedek bahkan meminta hingga tiga kertas gambar. Katanya, selain menggambar menggunakan dadu, dia ingin menggambar bebas. Sejenak dia memisahkan diri dari kelompok. Setelah dicari-cari ternyata dia sedang menggambar logo Bali Tersenyum yang ada di tembok. Dia kembali sambil tertawa-tawa dan memperlihatkan hasil gambarnya.
Setelah menggambar usai, anak-anak diarahkan untuk pulang kerumah masing-masing dan kembali lagi untuk acara sore, yaitu ruang literasi sastra Bali dan menonton film. Maka tinggal kami yang dewasa duduk melingkar dengan kursi plastik biru yang kami pinjam dari inventaris Banjar Berawantangi Taman.
Obrolan orang dewasa hari itu berkisar cerita-cerita dari mereka yang ikut duduk. Pertama kami meng”gosip”kan tentang literasi dan keluh kesah diantaranya, bersama teman-teman senior Yayasan Kertas Budaya Indonesia. Tentu saja kami diarahkan untuk tidak bergosip. Lakukan saja, itu akan membahagiakan. Dari pada menunggu orang lain untuk melakukannya, karena menunggu itu membosankan.
Kemudian cerita kami berpindah ke Bali Utara ketika Kardyan Narayana dan Dian Suryantini bergabung. Sejurus kemudian, obrolan berpindah tentang pariwisata berkelanjutan, pelestarian bambu, terumbu karang, bakau dan sekitarnya, saat teman baru kami Nyoman Gerry dari Sea Community bergabung bersama kami. Ada tukar cerita dan tukar kontak WA agar mereka bisa ngobrol lebih jauh mengenai hal-hal yang menarik bagi mereka masing-masing.
Sore hari setelah acara dilanjutkan dengan literasi sastra Bali. Dedek dan teman-temannya duduk di kursi yang telah disediakan dan terlihat ingin tahu. Komang Sutirtayasa alias Pak Mang Tirta, salah satu pengasuh Sanggar Bali Tersenyum muncul membawa gitar dan duduk di panggung. Ia bertanya, apakah ada yang mau menyanyi? Ternyata tawaran ini mengagetkan Dedek dan teman-temannya. Setelah saling tunjuk, akhirnya Dedek dan dua temannya naik ke atas panggung menyanyikan Sekar Rare atau lagu-lagu anak Bali yang bernada ceria. Ada Putri Cening Ayu, Made Cenik, Ketut Garing hingga Meong-meong. Gelak tawa salah nada dan lupa lirik mewarnai aksi panggung ini.
Usai menyanyi, panggung kembali diisi dengan satua Bali. Saya membawakan kisah Be Jeleg Tresna Telaga, yang mengisahkan tiga ekor be jeleg atau ikan gabus yang tidak pernah meninggalkan telaga tempat mereka tinggal, hingga Tuhan mengabulkan doa mereka untuk mengirimkan hujan dan membuat telaga dipenuhi air kembali. Pak Mang Tirta membawakan cerita I Kedis Lanjana, yang mengisahkan bagaimana Lanjana si burung kecil bersiasat menghadapi I Muun si burung besar yang serakah dalam mencari makan, dan menindas burung-burung kecil.
Ruang literasi sastra Bali kemudian dilanjutkan dengan memperkenalkan pupuh yang dibawakan oleh Pak Putu Suaha, seorang pegiat sastra Bali. Pak Putu mengajak dan mengharapkan anak-anak untuk mengenal dan berminat belajar magending Bali mulai dari sekar rare, geguritan, kekidungan hingga kekawin. Pak Putu juga menyanyikan salah satu pupuh.
Malam hari diisi dengan pemutaran. Para penonton datang berbondong-bondong bersama anak dan keluarga mereka. Acara ini adalah yang paling dinanti masyarakat tetangga di sekitar Sanggar. Terpal plastik dibuka di depan layar, sementara kursi-kursi diatur di bagian belakangnya. Tentu saja Dedek dan teman-temannya duduk paling depan, bersantai sambil rebahan. Ada empat judul film pendek yang diputar, yang merupakan program dari Minikino “Indonesia Raja 2023: Yogyakarta & Jawa Tengah”.
Salah satu film berjudul “SERANGAN OEMOEM” paling membuat anak-anak terkesan. Mungkin karena filmnya berupa animasi yang akrab dengan mereka, karakter dalam film itu juga adalah anak-anak. Film ini berkisah tentang usaha anak-anak Yogyakarta yang membujuk Naga Antaboga, untuk membantu Kota Yogyakarta dari bencana serangan monster. Ada satu kata yang disebut oleh sang naga yang mendadak populer disebut-sebut oleh anak-anak, yaitu ‘Emoh’.
Hari kedua festival, Dedek dan teman-temannya lebih antusias lagi datang. Sanggar Bali Tersenyum benar-benar menjadi tempatnya bermain. Hari kedua memang dimulai sejak jam 10 pagi dan khusus sesi menggambar bagi anak-anak. Yang menjadi catatan dan pertanyaan besar bagi kami, kenapa anak-anak selalu menganggap apa yang mereka gambar “jelek”? Kami menghibur diri dengan mengatakan pada anak-anak bahwa, acara menggambar ini bukan untuk membuat gambar yang bagus atau jelek. Ini adalah acara bersenang-senang, menuangkan apapun yang ingin mereka gambar, warna apapun yang ingin mereka goreskan. Merdeka menggambar!
Diantara anak-anak, hadir juga teman-teman mahasiswa Universitas Udayana yang sedang melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tukadaya. Kehadiran mereka memberikan secercah perspektif bagi anak-anak tentang orang Indonesia. Karena mereka berkesempatan berkenalan dengan kakak-kakak dari berbagai daerah. Ada dari Papua, Sumatra, Jawa, Sulawesi dan tentunya Bali.
Sambil menunggu acara selanjutnya yaitu Pentas Cerita, Dedek dan teman-teman serta kakak-kakak mahasiswa menikmati lebura. Jajo (jajan) Lebura, merupakan sisa makanan yang dihasilkan dari persembahan yang diolah kembali dengan cermat. Perpaduan kue kering dari berbagai jenis, pisang, dan kadang ditambahkan gula dan kelapa parut. Tujuannya bukan sekedar untuk mengurangi limbah makanan seperti di zaman modern ini, ngelebur adalah tradisi menikmati anugerah Tuhan.
Pentas Cerita dimulai jam 4 sore. Panggung ini merupakan ruang untuk memberikan kesempatan dan keriaan bagi anak-anak untuk mencoba bercerita atau membaca cerita dalam berbagai bentuk, di depan teman-temannya. Kali ini ada Nanda dan Puspa yang menjadi pembawa acara sekaligus tampil membaca puisi. Nanda yang belum pernah beraksi di depan orang banyak mengatakan tangannya dingin dan gemetar sebelum tampil. Namun semakin sering bolak balik naik turun panggung, rasa dingin itu hilang perlahan. Nanda jadi tambah pede saat ia kemudian membacakan cerita ditemani Puspa yang membacakan puisi. Selain mereka, ada pula Vira, Lina yang sama-sama membacakan dongeng dari buku dongeng karya maestro dongeng Bali, Made Taro.
Pentas Cerita disiapkan sebagai panggung terbuka, yaitu terbuka bagi siapapun yang ingin tampil. Selain ditonton anak-anak dan orang tuanya, hari itu hadir pula Mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Mereka adalah Mahasiswa KKN yang sedang menjalankan programnya di SD Negeri 4 Melaya. Kedatangan mereka, juga sekaligus menyerahkan sejumlah buku bacaan, yang menambah koleksi Rumah Baca Bali Tersenyum.
Hari kedua festival ditutup dengan pemutaran film. Kali ini yang diputar adalah enam judul film yang tergabung dalam Indonesia Raja 2023: Bali. Program ini adalah kemasan Bali yang disusun oleh Kardian Narayana dengan tajuk “Bukan Fiksi” yang mengangkat topik kekerasan dan lingkungan.
Salah satu film berjudul @ItsDekRaaa, adalah film produksi Sanggar Bali Tersenyum, yang menampilkan anak-anak Desa Tukadaya, sebagai pemain. Ada juga film lainnya yang merupakan film Animasi berjudul “Anak Anak Milenial” produksi Film Sarad, melibatkan Puspa Dewi, salah satu anak asuh Sanggar Bali Tersenyum sebagai pengisi suaranya.
Kami merasakan bahwa Dedek dan teman-temannya sangat senang mengikuti festival. Bahkan sehari setelahnya, saat kami membongkar layar dan merapikan sarana lain, Dedek datang bersama dua temannya. Kami membekali mereka dengan kertas-kertas puisi, meminta untuk mereka membaca dan menyiapkan diri untuk tampil pada Festival Cerita Rasa 2024. Sampai Jumpa Lagi Semeton.
Menulis puisi membutuhkan keutuhan kerja tubuh, jiwa, hati dan otak. Tapi dia bisa dikerjakan secara bertahap, terutama bagi pemula seperti saya. Saya pernah menulis puisi, namun belum pernah mendengar paparan tentang bagaimana kerja seorang penyair sungguhan. Beruntung pada Sabtu 13 Mei 2023, saya mendengar pengantar penulisan puisi dari penyair sungguhan, Made Adnyana Ole dalam program Membaca Film Merangkai Kata, kerja sama Minikino Film Week dan Tatkala May May May 2023.
Tatkala May May May merupakan festival tahunan Tatkala Media, yang diselenggarakan setiap bulan Mei di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja.
Membaca Film Merangkai Kata merupakan program menonton film sebagai inspirasi menulis puisi. Program ini sebagai upaya mendorong apresiasi film pendek dalam bentuk yang lebih luas. Minikino sejak awal melihat film pendek sebagai sarana untuk merangsang sikap dan pikiran kritis terhadap tontonan, dengan harapan setelah menonton akan muncul ide-ide baru yang dituangkan dalam karya-karya baru, apapun bentuknya.
Program ini dimulai jam 7 malam waktu Buleleng, dengan menyajikan dua film pendek Indonesia berjudul Jamal dan Annah La Javanaise, yang akan menjadi inspirasi penulisan puisi. Bagi saya, dua film ini sama-sama bicara tentang "TKI". Bedanya, pada film pertama seorang ayah pergi mencari penghidupan ke negeri orang sementara pada film Annah La Javanaise, si Annah tidak pernah tahu dirinya akan dipekerjakan dan terdampar di negeri asing sebagai "TKI" yang tidak pernah mendapat upah.
JAMAL
Muhmad Heri Fadli / Fiction / 14:30 / Indonesia / 2020
Suami Nur baru beberapa bulan berangkat ke Malaysia sebagai TKI. Dia tiba-tiba dipulangkan dalam kondisi tak bernyawa.
ANNAH LA JAVANAISE
Fatimah Tobing Rony / Animation / 05:59 / Indonesia / 2020
Pada tahun 1893, seorang gadis berusia 13 tahun bekerja untuk pelukis Prancis Paul Gauguin di Paris sebagai pembantu dan modelnya. Ini adalah konsep ulang dari kisahnya.
"Kita malam ini menulis puisi itu santai saja, jangan gawat-gawat. Kalau mendengar sesama penyair berdiskusi mungkin kelihatannya gawat, karena kadang menggunakan kata-kata yang tidak dipahami awam." ungkap Ole mengantar sesi menulis puisi setelah menonton film selesai.
Walau sudah dibilang santai, wajah-wajah hadirin tampak gawat darurat ketika disodori kertas dan pena untuk menulis puisi. Namun ada yang kelihatan ringan saja menulis dengan wajah yang tetap serius. Keadaan itu membuat saya bingung, harus ikut serius santai, gawat atau cukup tenang-tenang saja.
Hal lain yang saya ingat - karena tidak mencatat - dari paparan Ole, bahwa dalam film pendek yang baru saja ditonton ada banyak sekali elemen yang bisa diambil sebagai inspirasi. Apakah suara atau visual, serta elemen-eleman penbentuknya, seperti warna, bentuk, gerakan, komposisi, objek dan sebagainya. Dari sekian banyak hal yang terjadi dalam film, kita pilih satu fokus dan tuliskan apa yang kita rasakan. Sebaiknya tidak sekedar mendeskripsikan apa yang dilihat atau didengar. Bekerjalah lebih dahulu dengan hati.
Menurut Ole, proses rasa inilah yang memberikan roh pada puisi. Setelah rasa ditemukan dan ditulis dengan jujur, maka barulah masuk pada kerja otak, yaitu editing. Dalam editing sudah akan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, pemilihan diksi, rima, gaya bahasa, dan hal-hal teknis lainnya. Dua bagian kerja inilah yang akan melahirkan puisi bagus. Tapi bisa saja, seorang telah menulis puisi sekali jadi dimana rasa dan keterampilan editing dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Namun, jika keterampilan berbahasa yang ditonjolkan di depan, maka yang lahir adalah untaikan kata-kata indah semata.
Dalam waktu lima belas menit yang diberikan oleh pemandu acara Ahmad Fauzi dari Minikino, hampir seluruh hadirin menyerahkan puisinya. Ada yang tampak percaya diri dengan puisinya, ada yang malu-malu, dan ada yang menganggap apa yang ditulis bukan puisi. Secara acak, peserta kemudian dipanggil untuk membacakan puisinya masing-masing.
Di sela-sela pembacaan puisi, Ole memberikan komentar-komentar menarik. Dua hal yang saya anggap penting - karena saya mengingatnya - bahwa latar belakang dan pengalaman hidup seseorang akan mempengaruhi bagaimana dia mengambil sudut pandang terhadap obyek inspirasinya. Dan tentu saja itu akan mempengaruhi bentuk puisi dan pesan yang terkandung di dalamnya. Ingatan-ingatan bawah sadar, yang selama ini terpendam dan sulit diungkapkan juga dapat muncul dalam sebuah puisi. Karena ketika menulis kata-kata sebagai puisi ada sebuah ruang bebas dan rasa terbebaskan dari belenggu kata-kata itu sendiri.
Janji Akar Pohon
Di bawah pohon itu,
janji kita terikat akar.
Tunggu aku.
Di bawah pohon itu,
bersama angin
aku datang menjadi dingin.
Lepaskan tangis
biarkan aku tetap hidup
satu kali lagi
dalam air matamu
menyelinap menjadi akar
Di bawah pohon itu,
sekali lagi saja
peluk aku.
Janji kita terikat akar
-----
Made Birus
Mahima - Singaraja, 13 Mei 2023
Cerita film pendek selalu bisa diminati oleh banyak orang dan memberi kesan khusus. Film pendek yang dibuat di berbagai wilayah Indonesia akan menawarkan beragam cerita yang unik dan menarik untuk diikuti. Film pendek tersebut akan menggambarkan, tentu saja alam Indonesia, budaya setempat dan tidak lupa melibatkan pengungkapan emosi-emosi dan kelokalan yang mungkin ada kisah cinta yang mengharukan, action, horor, hingga cerita lucu yang menghibur. Semua cerita akan dapat memberikan kekhasan yang bisa kita simak dari cara bertutur, bahasa, dan berbagai elemen di dalamnya.
Film pendek yang dikurasi dengan baik, dalam sebuah program akan memberikan nuansa tontonan yang berbeda sesuai dengan tujuan program kurasi itu dilakukan. Seorang programmer film pendek, memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan pesan atau tema yang ingin disampaikan melalui karya-karya film yang dipilih. Mereka memiliki kemampuan untuk mengorganisir karya film, sehingga menjadi sebuah narasi yang bermakna dan dapat diinterpretasikan kembali oleh para penonton. Selain itu, programmer juga mampu menempatkan karya-karya film pendek tersebut dalam konteks tertentu, apakah itu sejarah, sosial atau sesuatu yang relevan, sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih dalam, tentang film itu sendiri dan hubungan nilai-nilai yang ada di sekitarnya.
Saat menonton program film pendek, kita bisa memperhatikan berbagai aspek seperti susunan film, bagaimana film dibuka, nuansa sepanjang film, dan tentu saja bagaimana program itu ditutup dengan film terakhir. Kita kemudian bisa menghubungkannya dengan latar belakang programmer dengan memperhatikan catatan program. Kita juga bisa mencari tau latar belakang para filmmaker dan film itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan lingkungan sekitar kita. Niscaya, kita dapat menemukan pengalaman yang mendalam dan berkesan sebagai penonton. Karena selalu penting untuk menjadi kritis pada apa yang kita tonton.
Memasuki tahun yang ke-sembilan, Indonesia Raja 2023 kembali menghadirkan film pendek pilihan dari Aceh, Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Jakarta Metropolitan, Jawa Barat, dan Padangpanjang. Kali ini menghadirkan 6 program Indonesia Raja 2023, yang melibatkan 6 programmer dari 6 wilayah di Indonesia, yang bekerja sepanjang tahun di wilayahnya masing-masing.
Sedikit menyegarkan ingatan, bahwa program tahunan berskala nasional ini diinisiasi oleh Minikino pada 2015, dan setiap tahun dievaluasi kembali serta mengalami pengembangan serta perbaikan tanpa henti. Minikino sebagai inisiator terus mendorong aktivitas ini untuk merangsang terbentuknya kolaborasi jaringan kerja antar wilayah di Indonesia dalam bentuk pertukaran program film pendek.
Edo Wulia, Program Manager Indonesia Raja 2023 dari Minikino menyatakan, “Melalui programming Indonesia Raja, rangkaian film pendek ini mempertegas kembali kekayaan budaya dan keberagaman masyarakat. Inilah kekayaan luar biasa yang hanya dimiliki oleh Indonesia, dan tidak pernah terbandingkan dengan negara-negara lain.”
Penggarapan IR2023 dimulai sejak awal tahun, dimulai dari pembentukan tim kerja, lalu melakukan beberapa kali koordinasi, hingga pengukuhan para programmer yang kemudian bekerja sepanjang tahun. Programmer yang kembali terlibat tahun ini adalah Akbar Rafsanjani (Aceh), Wahyudha (Padangpanjang), Kardian Narayana (Bali), Kemala Astika (Jawa Barat), Nosa Normanda (Jakarta Metropolitan). Sedangkan Gerry Junus (D.I.Y & Jawa Tengah) yang telah mengikuti diskusi internal programmer setahun penuh sejak 2022 lalu, akhirnya dikukuhkan menggantikan programmer sebelumnya, Rasyid Faqih.
Selanjutnya, masa pendaftaran film pendek dibuka dengan total yang terdaftar adalah 136 film pendek. D.I.Y & Jawa Tengah menjadi wilayah dengan pendaftar terbanyak yaitu sejumlah 57 film pendek. Gerry Junus, Programmer IR2023: D.I.Y & Jawa Tengah, mengungkapkan sebagian besar film yang ia terima berupa fiksi. “Dilihat dari pola dan kecenderungan yang muncul adalah bagaimana film-film yang masuk berupaya untuk membentuk citra dan kondisi masyarakat Jawa atau masyarakat di Jawa,” tutur Gerry.
Film pendek yang terpilih kemudian memasuki masa programming. Koordinasi internal secara berkala dilakukan untuk persiapan penerbitan katalog IR2023. Tahap selanjutnya adalah distribusi nasional. Kegiatan Indonesia Raja dilanjutkan dengan acara-acara pemutaran yang disertai diskusi sepanjang tahun 2023, dan pelaporan publik di akhir masa kerja nanti.
Selama masa distribusi, siapapun bisa meminjam program ini, dengan timbal balik laporan pemutaran, dokumentasi dan diskusinya. Bahkan beberapa festival film di berbagai daerah juga meminjam rangkaian program ini secara berkala setiap tahun untuk konten tetap dalam acara festival mereka. Beberapa festival yang menampilkan program ini adalah Aceh Film Festival dan Festival Film Bahari di Cirebon. Indonesia Raja sejak awal diinisiasi, juga menjadi salah satu pengisi tetap di festival film pendek internasional, Minikino Film Week di Bali. Bahkan film-film pendek terpilih dalam program Indonesia Raja, secara otomatis ikut dipertimbangkan dalam kompetisi nasionalnya.
Indonesia Raja menjadi salah satu ajang untuk mempertemukan film pendek kepada penonton yang lebih luas di Indonesia. Setiap film pendek dalam program berusaha menawarkan pembacaan citra dan budaya masing-masing wilayah. Hal ini kemudian, diharapkan dapat menstimulasi terjadinya diskusi yang kritis saat program ini bertemu langsung dengan penonton.
Seperti kisah Gerry tentang film-film dari D.I.Y & dan Jawa Tengah yang mencoba menangkap relasi orang-orangnya, sampai segi artistik dan set lokasi. “Gambaran soal masyarakat Jawa kerap diimajinasikan dengan tanda-tanda yang tradisional. Pada program ini, saya hendak menangkap film-film yang melihat kondisi Jawa yang berubah, bergeser, dan berganti. Baik manusia atau lingkungannya yang bisa jadi saling berkelindan.”
Programmer IR2023 Bali, Kardian Narayana atau yang akrab disapa Cotex merasakan langsung bahwa program ini mendorong pertumbuhan ruang-ruang pemutaran kolektif di wilayah Bali utara. “Hal lainnya yang juga penting adalah memperkenalkan tentang peran programmer film pendek, Suatu profesi yang belum banyak diminati atau bahkan dipahami dalam lingkaran film pendek,” ungkapnya.
Di Jawa Barat, khususnya Cirebon, Kemala Astika (Lala) selaku programmer merasa senang karena pemutaran Indonesia Raja di kotanya mengalami peningkatan jumlah penonton dalam 3 tahun terakhir. Sebagian besar penonton memang semakin tertarik untuk menonton film-film pendek dari kota lain.
Bertahun-tahun menjaring kolaborasi kerja, Indonesia Raja diharapkan tetap menjadi rangsangan untuk berkembangnya ekosistem perfilman yang lebih luas, terutama film pendek. Semua itu tentunya tak terlepas dari keterlibatan para programer yang diharapkan pula pada tahun mendatang akan terus bertambah sehingga memperluas jaringan kerja yang telah dibangun.
Dalam ekosistem film pendek, distribusi menjadi hal yang penting setelah proses produksi berakhir. Namun sayangnya, di beberapa kota kesadaran ini masih terbilang rendah. Seperti yang terjadi di Padangpanjang, Wahyudha sebagai programmer, mengungkapkan bahwa hal ini perlu menjadi evaluasi bagi berbagai pihak termasuk dirinya sebagai programmer dan para pembuat film di kotanya.
Peran programer di tiap wilayah menjadi penting untuk memperkuat kebermanfaatan yang dibawa Indonesia Raja di masing-masing wilayahnya. Melihat hal tersebut, Nosa Normanda, programer IR2023 Jakarta Metropolitan, berharap setiap programer dan wilayah program memiliki data baik dari lapangan pun eksperimental, sebagai dasar pengajuan kebijakan programing lokal yang mencakup pemilihan film, tata cara putar, komersialisasi, strategi kampanye, dukungan infrastruktur, dan hal-hal lainnya yang relevan.
Serupa dengan Nosa, Akbar selaku programer IR2023 Aceh juga berharap Indonesia Raja dapat menjadi jaringan program film pendek yang kuat dan memberi kemudahan bagi filmmaker dalam distribusi film ke penonton yang lebih luas. “IR bisa menjadi platform bagi filmmaker untuk bisa berjejaring dengan filmmaker lain, maupun produser yang bisa memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkembang,” ungkap Akbar.
Jangan lewatkan kesempatan untuk menonton film pendek Indonesia Raja 2023. Program film pendek ini dapat dipinjam oleh sesiapapun untuk diputar kepada khalayak umum. Apakah kalian Mahasiswa, Karang taruna, Kelompok pecinta film, Komunitas kajian budaya, apapun boleh. Tinggal mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku dalam gerakan Indonesia Raja ini.
Jika ingin menebarkan virus film pendek di tempat kalian, segera cek website Indonesia Raja dan langsung pelajari bagaimana cara untuk menjadi rekan pemutar di kotamu atau di desamu. Kota dan Desa dipersilahkan, btw, kelurahan juga boleh ya, atau RT, RW, Banjar juga silahkan.
IR2023 ACEH
Programmer: Muhammad Akbar Rafsanjani
- Jamuan Laut (The Blue Ceremony) (2022), Arief Rachman Missuari
- Suloh (2021), Azhari
- Jalan Darurat (2022), Abdul Manaf & M. Iqbaal
IR2023 BALI
Programmer: Kardian Narayana
- I Swarnangkara (2022), Petra Patria D. Paramita
- The Sacred Landfill (2021), I Kadek Jaya Wiguna
- Ratna (2022), Hendry Wahana
- Anak Anak Milenial (The Millennial Kids) (2021), Nirartha Bas Diwangkara
- Sepenggal Kisah Bunga (2021), I Gede Wahyu Diatmika
- @ITSDEKRAAA (2022), I Made Suarbawa
IR2023 D.I YOGYAKARTA & JATENG
Programmer: Gerry Junus
- Babad Wingking Griya (2022), Maullya Malla
- Serangan Oemoem (Bro Dragon, The City is Under Attack!) (2022), Fajar Martha Santosa
- On The Way Loving You (2022), Tatang A. Riyadi
- Gadis dan Penatu (2023), Alam Alghifari
IR2023 JAKARTA METROPOLITAN
Programmer: Nosa Normanda
- Dalam Berpisah Kita Bersama (2023), Adhyatmika
- Foto Wisuda Keluarga (Family Graduation Photo) (2023), Umar Najmuddin
- Mysterious Girl Behind (2021), Hafidz Nur Rahmadi
- A Tale Before Nightfall (2021), Yusuf Jacka Ardana
- Film Untuk Babeh (Kid Terminator) (2022), Rayhan Dharmawan
IR2023 JAWA BARAT
Programmer: Kemala Astika
- Berdoa, Mulai (2022), Tanzilal Azizie
- Katura (2021), Joyo Luqman
- Domba Setan (2022), Angga Surangga
- Baby Girl (2021), Rofie Nur Fauzie & Mohamad Sulaeman
- A Prayer (2022), Ibara Baiano Lanjare
IR2023 PADANGPANJANG
Programmer: Wahyudha
- Pemenang Tak Terbeli (Mother’s Hero) (2021), Brave Jousant
- Emotional Delusions and Tragedies That Drive Me Crazy (2022), Akmal Palah
Rekam matahari, adalah sebuah proyek merekam lintasan ekuator matahari katulistiwa yang dilakukan oleh Indonesian Pinhole, sebuah gerakan pendokumentasian dan pengarsipan semua hal tentang fotografi lubang jarum di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan secara serentak di berbagai tempat di Indonesia, dengan target 500 kamera terpasang di 500 titik yang berbada.
Dalam sebuah obrolan di Mash Denpasar bersama teman-teman Minikino, Vifick dari Indonesian foto menyampaikan bahwa perekaman lintasan matahari secara serentak tersebut dilakukan sejak 18 Februari hingga 25 Maret 2023. Hasil pemotretan dari 500 titik tersebut akan dipameran di NTT. Untuk mengiringi pameran yang didedikasikan menyambut momen gerhana matahari total 20 April dan Hari Internasional Kamera Lubang Jarum 30 April, Vifick mengundang Minikino untuk membuat sebuah program film pendek yang merespon tema matahari, cahaya dan gerhana matahari.
Kamera Pinhole menjadi sesuatu yang menarik bagi saya, sejak pertama membaca sebuah buku fotografi di perpustakaan STM Singaraja, nyaris 30 tahun silam. Kemudian pertama kali melihat pameran hasil kamera lubang jarum, karya komunitas Semut Ireng tahun 2010 dalam acara Bali Creative Festival.
Tahun 2019 saya memiliki niat besar untuk menggunakan metode lubang jarum dalam merekam objek. Saya menyiapkan bahan-bahan. Kaleng, kertas foto dan bahan kimia pemroses kertas foto. Namun sampai saat ini, baru berhasil sampai tahap menyiapkan kaleng dengan lubang besar dan cat hitam di bagian dalam kaleng. Kelihatanya saya harus belajar lebih rajin dan giat, seperti yang saya sarankan pada anak saya.
Kemudian kesempatan berpraktek menggunakan Kamera Lubang Jarum (KLJ), terjadi berkat program Rekam Matahari dan kebaikan Vifick dan Holly teman saya yang berbagi KLJ kiriman Indonesian Pinhole. Holly mendapat kiriman 3 buah KLJ dan salah satunya diberikan pada saya untuk dipasang di Jembrana.
Saya memilih sawah sebagai lokasi pemasangan kamera. Karena dari tengah sawah, saya bisa melihat langit lebih luas, dengan harapan dapat merekam jalur lewat matahiri lebih panjang. Kamera diarahkan ke timur, menghadap sebuah bangunan tempat sembahyang dan sebuah orang-orangan sawah. Saya berharap akan mendapat siluet dua objek itu di bagian bawah frame, sementara jalur matahari akan terekam naik ke atas diantara dua objek tersebut.
Saya memasang KLJ di tengah sawah pada batang turus yang ditancapkan cukup dalam, yang akan menyangga kamera untuk waktu sedikitnya 2 - 3 minggu. Kondisi tanaman padai saat pemasangan pada tanggal 5 Maret 2023, kurang lebih setingngi 25 cm pada umur sekitar 3 minggu. Menurut pak tani setempat, dalam 20 hari padi akan meninggi kurang lebih hingga 60 - 70 cm. Ini menjadi pertimbangan ketinggian pemasangan kamera, agar tidak tertutup rumpun padi terlalu cepat.
Sawah lokasi pemasangan kamera adalah wilayah subak Pangkung Jajang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali, pada koordinat -8.315964, 114.554376. Lokasi ini dipilih untuk segala kemudahan ijin dan koordinasi, sekaligus memastikan keamanan kamera selama dipasang.
Saya telah membaca cukup banyak referensi tentang KLJ, namun seperti saya tulis di atas, saya belum pernah mempraktekannya, atau melihat prakteknya secara langsung. Sehingga saat pemasangan kamera ini, ada pertanyaan-pertanyaan kunci yang saya konsultasikan ke Vifick.
Pertanyaan saya terutama bagaimana menetukan jarak kamera terhadap objek agar objek mendapat porsi yang baik dalam frame, tidak terlalu besar ataupun tidak terlalu jauh. Dari satu pertanyaan itu, beberapa penjelasan juga diberikan.
Akhirnya saya bisa yakin memasang kamera ke arah timur, pada ketinggian sekitar 70 cm dari permukaan lumpur sawah, dengan kemiringan sekitar 130 derajat, dan jarak dari objek sasaran sekitar 4 - 5 meter.
Setelah pemasangan selesai, yang tertinggal bersama kamera di tengah sawah itu adalah sepenuhnya misteri. Rahasia antara cahaya yang menusuk melalui lubang jarum dan bergulat bersama rekayasa kimia yang membentuk lapisan pada permukaan kertas foto yang terpasang dalam kaleng. Ini bukan kaleng-kaleng, ini kamera kaleng.
Hasil rekam matahari dari balik lubang jarum di Bali Barat.
Pameran Arsip Minikino bertajuk “Lupa Lupa Ingat” digelar untuk merayakan Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret. Kegiatan pameran ini dilakukan untuk pertama kali dalam 21 tahun usia Minikino. Pameran ini akan digelar pada Sabtu, 25 Maret - Minggu, 9 April 2023 di MASH Denpasar, Jl. Pulau Madura No. 3. Pengunjung bisa langsung datang ke pameran selama jam buka, yaitu 13:00 - 19:30 WITA dan libur tiap Senin.
Kurator pameran, Ahmad Fauzi yang biasa di sapa Ozi, menceritakan muasal ide pameran. Dia mengatakan bahwa ide pameran arsip ini muncul ketika para kolega Minikino merapikan rak di kantor pada bulan Februari lalu. Tumpukan berkas di kantor menjelang bulan film nasional terasa romantis. “Sejarah film pendek juga menjadi sejarah Minikino. Dari awal yang mengkampanyekan film pendek, ya Minikino,” ungkapnya. Sejak dulu Minikino sudah secara sadar dan telaten selalu menyimpan semua arsip sehingga masih dalam kondisi yang baik untuk dipamerkan.
Bersama 8 orang tim kerja Minikino lainnya, Ozi mengkurasi sebagin arsip yang terhimpun sejak 2002. Adapun bentuk arsip yang dipamerkan adalah arsip publik, poster, fisik film seperti VHS, VCD, dan DVD, hingga zoetrope. Selain itu, ada pula katalog-katalog festival. Termasuk katalog Minikino Film Week, serta katalog dari festival film lain yang melibatkan Minikino. Dimana minikino rekan kerja, maupun penyedia program film pendek.
Selama dua pekan pameran arsip diselenggarakan, terdapat lima rangkaian acara yang mengajak pengunjung untuk saling berdialog di dalamnya. Pembukaan pameran pada Sabtu, 25 Maret 2023 diisi dengan kegiatan Ngabuburit Bareng Kurator. Pengunjung akan diajak berkeliling bersama kurator sambil mendapat penjelasan mengenai metode kuratorial dan dialog mengenai pentingnya arsip tersebut dapat diakses publik. Selain itu, tim kerja pameran dan kurator akan bercerita tentang sejarah di balik setiap arsip yang terpajang.
Semakin menambah kesadaran akan pentingnya pengarsipan, Pameran Arsip Minikino turut mengundang dua praktisi pengarsipan, Lulu Ratna dari organisasi Boemboe dan Sanchai Chotirosseranee dari Thai Film Archive. Diskusi ini akan mengulik pengalaman mereka mulai dari praktik pengarsipan dan manfaatnya bagi penggerak kegiatan di perfilman.
Pameran Arsip festval film Minikino juga menghadirkan kembali film-film pendek hasil produksi workshop kolaborasi dengan Jonkoping Kultur Kommun-Swedish Art Council bertajuk “My Life My Dreams” yang diproduksi pada tahun 2013.
Akan diputar juga sebagai rangkaian kegiatan selama pameran, film-film pendek dokumenter bertema Mencari Bali hasil pelatihan program Kick Start yang diinisiasi In-Docs berkolaborasi dengan Minikino. Program beasiswa pelatihan pembuatan film pendek dokumenter ini berlangsung selama tiga bulan pada tahun 2006.
Ozi menambahkan, “Dua program itu adalah bukti bahwa festival juga punya peranan atau visi untuk membangun ekosistem film entah itu dari lini produksi, hingga distribusi. Dengan adanya workshop ini menunjukkan bahwa lini edukasi produksinya terisi.”
Program My Life My Dream diputar di Art House Cinema MASH Denpasar pada 1 April 2023 dan dibarengi dengan pesta kostum bertema 2000-an. Sementara program KickStart!: Mencari Bali akan diputar pada 7 April 2023.
Presentasi publik lainnya juga akan menghadirkan pengalaman Katya Vogel, peserta program artist residency Minikino di MASH Denpasar. Sepanjang bulan Maret ini, ia menelusuri arsip-arsip film pendek di Minikino guna melihat bagaimana trauma dan sejarah diwujudkan dalam ragam bentuk yang “menghantui” seperti hantu atau hal magis lainnya. Hasil temuannya akan dipresentasikan kepada publik dengan judul “Ghost Hunting In The City” yang diadakan pada Kamis, 30 Maret di Art House Cinema MASH Denpasar.
Dalam proses mempersiapkan pameran ini, Siska Olie, asisten koordinator pameran mengaku tidak ada kesulitan yang berarti karena selama ini hampir seluruh dokumen yang ada sudah terarsipkan dengan baik. Tantangannya adalah karena ini merupakan kali pertama pameran arsip Minikino, maka perlu usaha lebih dari segi teknis pengerjaannya.
“Kita perlu memilah, mengkategorisasi ulang mana yang arsip publik, mana arsip kerja. Waktu persiapannya juga pendek. Kita ga muluk-muluk bikin pameran yang wah, tapi ketika arsip ini bertemu publik, harapannya bisa tercipta ruang dialog,” kata Ozi menambahkan.
Melalui arsip yang dipamerkan, pengunjung dapat melihat rekaman jejak panjang Minikino sejak tahun 2002 hingga 2023. Lebih dari itu, arsip dapat menjadi suara yang mengajak siapapun melihat arsip tersebut untuk berdialog.
Pembukaan dan Nongkrong Bareng Kurator
Sabtu, 25 Maret 2023 pukul 15:00 - 19:00 WITA
Selama pembukaan, pengunjung akan berkeliling melihat arsip yang dipamerkan dan berdiskusi dengan kurator mengenai metode kuratorial hingga sejarah di balik setiap arsip.
Diskusi - Film Festival Archiving Practice
Selasa, 28 Maret 2023 pukul 19:30 - 20.30 WITA
Mengulik pengalaman kerja pengarsipan Lulu Ratna dari Boemboe dan Sanchai Chotirosseranee dari Thai Film Archive. Dilaksanakan secara daring dan langsung di Art House Cinema MASH Denpasar.
Presentasi Publik Oleh Katya Vogel - Ghost Hunting In The City
Kamis, 30 Maret 2023 pukul 19:30 WITA
Setelah menelusuri data dan arsip film pendek dalam database Minikino, Katya Vogel mempresentasikan hasil temuannya tentang bagaimana film-film merepresentasikan masa lalu dan trauma sebagai “hantu” yang menghantui.
Rekaman diskusi dan presentasi publik juga dapat diakses secara publik lewat kanal YouTube minikinoevents mulai bulan April 2023.
Pemutaran Program Film Pendek “My Life My Dreams” (2013) & Pesta Kostum
Sabtu, 1 April 2023 pukul 19:30 WITA
My Life My Dreams adalah produksi workshop kolaborasi dengan Jonkoping Kultur Kommun-Swedish Art Council di tahun 2013.
Program ini menghasilkan enam judul film yaitu:
I Made In Traffic Jam (2013) I Wayan Suhendra
Pocong & Suster Ngesot (2013) Komang Restu Sedana
Endless Hate (2013) Sigit Widyantoro
The Dreamer (2013) Kadek Budi Setiawan
Besok Syuting, Hari Ini Kakek Meninggal (2013) Maria Rosiana Sedjahtera
Pemutaran Program Film Pendek Dokumenter “Kickstart!: Mencari Bali (2006) & Nongkrong Bareng Kurator
Jumat, 7 April 2023 pukul 19:30 WITA
KickStart!: Mencari Bali merupakan program beasiswa pelatihan pembuatan film pendek dokumenter di tahun 2006 yang menghasilkan empat judul film, yaitu
Kolok (2006) Bayu Sakti Wijaya, Dewa Made Merta Suardana, I.B. Putu Suwenda
Nangiang Barong (2006) Ananta Wijaya, Dwitra Juli Ariana
Aku Bukan Maling (2006) Susi Andrini, Made Suarbawa
Mengejar Fatamorgana.(2006) Muji Ananta, Erwin Agus Handaka
Note: Deskripsi film dapat dilihat di minikino.org/pameran-arsip-minikino-lupa-lupa-ingat/