Base Genep dan Base Kele: Web Series Warisan Cita Rasa Bali

Base Genep menjadi istilah yang semakin dikenal berkat banyaknya media yang menulis tetang masakan Bali. Kalau di telaah tiap kata, Base berarti bumbu dan Genep berarti lengkap. Sederhananya, Base Genep adalah bumbu lengkap. Base Genep dapat diartikan sebagai bumbu dasar dari masakan Bali, seperti masakan betutu, lawar, babi guling dan sejenisnya.

Pengetahuan saya tetang base genep sesunggunya sangat terbatas. Apa yang saya tau, berdasarkan tradisi memasak yang saya temui di lingkungan rumah dan banjar atau desa di kampung. Selama tinggal di Denpasar, praktis saya hanya menjadi penikmat racikan base genep di warung-warung Bali. Terutama jika ada hari baik dapat traktiran babi guling atau betutu. Serius, sampai baris ini imajinasi saya sudah merangsang seluruh saraf indra pengecap. Saya sudah menelan ludah. Hidung saya tiba-tiba mencium aroma khas base genep. Halu.

Saat hari raya atau ada kegiatan upacara, memasak menjadi bagian penting. Seperti sebuah ritus yang tidak bisa dipisahkan dari semesta upacara tersebut. Semasa kecil, saya menggagap itu adalah bagian paling menyenangkan. Ada banyak makanan enak yang bisa dinikmati. Tapi kalau diingat kembali, selalu ada waktu tunggu sebelum kita boleh makan. Dimana semua kebutuhan upacara harus selesai dan ada persembahkan yang harus dihaturkan terlebih dahulu sebelum kita makan bersama. Yang kemudian saya pahami, selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama upacara, memasak merupakan bagian dari proses persiapan dari sarana upacara itu sendiri.

Video Dokumenter Warisan Cita Rasa Bali:
BASE GENEP & BASE KELE

 

Base Genep dan Kehidupan Masyarakat Bali

Saya hidup sebagai masyarakat Bali dengan mendapat pengetahun turun-temurun. Meyakini dan kemudian melakukannya semampunya. Ketika mengetahi proyek pembuatan video dokumenter tentang kuliner Bali oleh Film Sarad, saya merasa ini jalan untuk mengisi diri. Saya memantau dari jauh proses riset yang mereka lakukan. Saya yakin sejak awal, bawa dengan tim kerja yang kompeten dan berdedikasi, Film Sarad akan mendapat banyak sumber materi yang hendaknya bisa dibagikan secara luas.

Seri pertama Video Dokumenter Warisan Cita Rasa Bali, membahas Base Genep dan Base Kele. Dokumenter ini memiliki komposisi yang cukup seimbang.  Ada dari masyarakat biasa sebagai praktisi secara turun-temurun. Juru masak profesional yang datang dari komunitas yang memiliki tradisi kuat tetang masakan Bali. Ada pula akademisi yang memiliki perhatian khusus pada lontar. Informasi-informasi dari masing-masing narasumber menjadi saling mengisi ruang-ruang kosong dalam diri saya.

Dari narasi-narasi yang disampaikan para narasumber, saya dibawa bercermin diri sebagai manusia Bali. "Oh, begitu toh pemikiran orang Bali dulu", bahkan ketika kita menelaah hanya dari hal makanan. Ternyata rasa yang disuguhkan berbagai olahan bumbu itu bukan sekedar bicara soal enak, tapi penuh filosofi kehidupan. Sebuah kepercayaan tetang keseimbangan hidup dan alam semesta. Setiap unsur adalah pertimbangan tentang mengisi ruang-ruang agar terjadi sebuah keseimbangan. Dan itulah kenikmatan.

Mula Keto dan Sistem Pengetahun Masyarakat Bali

Saat memulai membuat bumbu, ada urutan dan istilah jejaton yang sering saya dengar. Uyah tabia, Suna Cekuh dan seterusnya. Urutannya tidak boleh terbalik. Saat kita tanya, jawabannya, "mula keto, peng jaen jeg tuutin gen". (Memang gitu, ikuti aja biar enak). Generasi milenial ataupun Gen-Z tentu tidak terima dan membutuhkan jawaban atas pertanyaan "mengapa begitu?". Tapi sayangnya, google belumlah memiliki jawaban tetang itu.

Film Sarad mengerjakan proyek dokumenter dan buku Warisan Cita Rasa Bali yang layak untuk saya kasi dua jempol. Alih-alih mengeluh dan menuduh tetua kita kolot tak berpengetahuan logis dengan pakem mula keto, maka tugas yang muda harus menelusuri. Dan terbukti begitu banyak sumber pengetahun yang masih tersimpan dalam manuskrip berupa lontar. Putu Eka Guna Yasa salah satu narasumber menyampaikan bahwa kesadaran mencatat pengetahun ini, menjadi pembentuk sistem pengetahuan masyarakat Bali. Ini luar biasa, warisan yang "harusnya" kita warisi dan eksplorasi. Bukan sekedar jargon pelestarian yang hanya merawat kebendaan, tapi melupakan isi dan esensi dari warisan itu.

Menerjemahkan sumber pengetahuan ke dalam media baru menjadi sebuah langkah tepat untuk menjangkau lebih banyak generasi muda. Serial video dokumenter yang dipadankan dengan Buku menjadi saling melengkapi. Yang mana keberadaan video memiliki batasan durasi dan juga estetika yang menjadi batasan ruang pula. Dalam durasi 25 menit, Film Sarat menggabungkan gaya dokumenter TV dengan aksi memasak atau cooking show, yang membuat suguhan tontonan menjadi lebih segar.

Selama 25 menit menonton video ini, saya mendapatkan pengetahun mengenai filosofi di balik kuliner Bali, khususnya Base Genep. Selintas tentang konsep Sad Rasa, dan teknik memasak yang ada di daerah lain di Bali. Dokumenter ini terasa padat di awal karena menyuguhkan berbagai informasi bergisi dari telaah lontar. Kemudian terasa santai pada sesi cooking show yang mengajak kita mengikuti proses membuat base dan obrolan keseharian.

Saya masih belum merasa puas dengan apa yang saya saksikan dalam dokumenter ini. Masih banyak pendalaman informasi yang masih ingin saya dengar dari segenap narasumber. Saya paham, 25 menit bukan waktu yang cukup untuk mengungkapkan sistem pengetahun yang telah terbangun beratus tahun. Semoga rasa penasaran saya bisa terjawab ketika berkesempatan mendapatkan Buku Warisan Cita Rasa Bali.

Daftar Video Web Series Warisan Cita Rasa Bali

Made Birus

Pencerita yang suka berbagi melalui tulisan, foto, tarot dan film yang terus didalami dan dinikmati. Tahun 2019 mengeluarkan buku kumpulan cerpen Politk Kasur, Dengkur dan Kubur. Beraktivitas bersama Minikino, Film Sarad, Mipmap dan Bali Tersenyum.