Dongeng Gajah dan Semut, Mari Saling Menghargai

Dongeng Gajah dan Semut adalah salah satu cerita yang pertama kali saya dengar ketika masih sekolah dasar, rasanya di kelas satu atau kelas dua. Dongeng ini sangat baik untuk menyampaian pesa bahwa kita hendaknya menghargai siapapun.

Tidak benar jika kita meremehkan mereka yang lebih kecil, lebih rendah, berbeda dengan kita, lebih miskin atau kekurangan lainnya. Dengan kita paham bahwa kita sebagai sesama mahluk ciptaan Tuhan, maka kita hendaknya menghargai sesama, termasuk lingkungan kita.

Dongeng Gajah dan Semut

Di sebuah hutan yang lebat, sekawanan semut berumah dalam tanah berbatu di bawah sebatang pohon. Mereka hidup damai dengan persatuan dan budaya gotong royongnya yang tinggi.

Pada suatu hari, kelompok semut penjaga berlari dan berteriak mengabarkan akan adanya gempa bumi. Mendengar tanda bahaya, ribuan semut itu bergegas merayap keluar gua menaiki batang pohon besar. Setalah berada di atas pohon, tahulah mereka bahwa getaran itu bukan gempa bumi, melainkan karena langkah-langkah binatang besar bernama Gajah.

Tampak kawanan gajah sedang berjalan gontai menuju ke arah rumah kawanan semut. Segera, raja semut memerintahkan para panglimanya untuk menemui kawanan gajah itu dan bicara baik-baik dengan mereka.

Berangkatlah para panglima itu, dan sesampainya di dekat kawanan gajah mereka menyampaikan pesan raja mereka.

"Wahai kawanan gajah sahabatku, aku panglima semut, mengemban perintah dari rajaku; sudilah kiranya kalian membelokan arah perjalanan kalian, karena jika kalian terus lurus, langkah kalian yang menggetarkan tanah akan merobohkan goa-goa bawah tanah yang menjadi rumah kami."

"Hem, engkaukah mahluk bernama semut? Betapa kecilnya engkau. Ketahuilah, kami hanya lewat dan tidak bermaksud merusak rumah kalian. Kalau karena getaran langkah kami rumah kalian rusak, tentu itu bukan salah kami, Itu hanya bencana alam. Hahahhaa..." Kata gajah sambil tertawa lebar.

Kawanan gajah itu kemudian melanjutkan langkahnya, karena menganggap peringatan semut bukan apa-apa. Mereka tidak akan mampu melakukan apapun pada gajah yang bertubuh sedemikian besarnya.

"Berhenti!" Teriak semut. "Sekali lagi ku peringatkan, jangan teruskan langkah kalian. Mundurlah dengan pelan dan berjalanlah ke arah lain. Kami akan sangat menghormati kesediaan kalian. Kami tidak ingin ada huru-hara diantara kita."

Gajah-gajah itu tertawa mendengar peringatan dari semut. "Semut, kalian tidak akan bisa melakukan apapun untuk menghalangi kami. Sudahlah, terima saja nasib kalian." Kata gajah dengan sombong.

Dongeng lain: Keong dan Kijang Balapan Lari

Panglima semut merasa sangat kesal dan segera melaporkan hal itu pada raja semut. Atas perintah sang raja, semut-semut itu segera melakukan penyerangan pada kawanan gajah.

Sebagian merayap memanjad melalui kaki-kaki gajah, sebagian lagi langsung melompat turun dari daun dan dahan pohon dan segera berusaha menggigit gajah. Namun sayang, gigi-gigi semut tidak sanggup melukai kulit gajah yang sangat tebal. Melihat hal itu, raja berunding dengan para ahli perang mereka untuk menemukan setrategi baru dalam mengalahkan gajah.

"Hentikan gigitan, sekarang seranglah kedalam telinga dan hidung gajah-gajah itu. Lakukan sebisa kalian, sampai titik darah penghabisa. Serbu!" Teriak raja semut langsung memberi aba-aba.

Mendapat serangan dalam telinga dan hidung mereka, gajah-gajah itu mulai kelabakan, ada yang berguling-giling karena telinga mereka mulai gatal, ada yang bersin-bersin karena hidun mereka kemasukan ratusan, bahkan ribuan semut.

Akhirnya, gajah menyerah dan menyatakan bersedia pergi ke arah lain.

 

Ilustrasi: Puspa Dewi