Dongeng Kancil dan Buaya menggambarkan Sang Kancil adalah tokoh protagonis yang berhasil memperdaya Sang Buaya. Dongeng kancil ada berbagai versi; bahkan untuk inti cerita kancil memperdaya buaya agar bisa menyebrang sungai, ada banyak sekali yang menulis ulang dengan nuansa penceritaan yang berbeda-beda. Tentu saja itu merupakan cara penulis menarik minat pembaca atau pendengarnya. Jika cerita ini dikaitkan dengan sebuah kerajaan, maka akan menjadi kisah lampau yang menarik. Lalu bagaimana kalau kancil di bawa ke masa kini, ketika kehidupan sudah tersentuh teknologi?
Kancil dan buaya menjadi Dongeng sebelum tidur yang sangat digemari, atau mungkin ini dongeng yang paling populer dan mudah diingat? Kancil yang cerdik ini karakternya mirip dengan Jakal dalam dongeng Afrika yang mengangkat kehidupan Jakal si anjing hutan dan Singa si Raja rimba.
Saya menyukai karakter Kancil, di beberapa versi dongeng dia adalah anak yang baik, suka menolong dan ramah, tapi ada juga yang menggambarkan di saat tertentu kancil menjadi pencuri, dalam kisah Kancil Mencuri Ketimun. Ini saya kira sebuah gambaran bahwa setiap dari kita memiliki dua sisi kehidupan yang mungkin suatu saat akan muncul. Kita bisa jadi tokoh baik bagi sekelompok orang, tapi ketika bersentuhan dengan kelompok lain, bisa jadi kita dianggap tidak baik, saat seperti inilah yang namanya kebijaksanaan dibutuhkan, dan dongeng dapat membantu anak-anak belajar merasakan situasi protagonis dalam dongeng.
Di sebuah hutan, pada hari yang cerah di musim kemarau, pohon-pohon mulai meranggas dan belum lagi siap menumbuhkan daun-daun muda dan buah segar. Sang Kancil yang cerdik sedang menjelajah hutan untuk mencari makanan. Daun dan buah yang tumbuh dalam jangkauannya sudah mulai terasa tidak cukup, karena belum ada pucuk muda yang tumbuh lagi. Kalau pun ada, biasanya terlalu tinggi untuk tubuhnya yang kecil, sementara dia tidak bisa memanjat. Kadang dia menemukan buah yang jatuh, namun rasanya sudah tidak enak karena kadang busuk, atau itu hanya sisa makanan monyet dan lutung.
Setelah berjalan beberapa lama, tibalah Sang Kancil di tepian sungai yang lebar dan tampak dalam. Di seberang sungai, tampak dari jauh perbukitan yang hijau kekuningan, yang terlihat sebagai pucuk-pucuk daun muda yang lezat oleh Sang Kancil. Walau ia bisa berenang, namun bagaimana mungkin menyeberangi sungai lebar dan dalam dengan selamat, sementara tampak beberapa ekor buaya telah menanti di pinggir sungai dengan mulutnya yang lebar dan gigi yang tajam.
Setelah menimbang-nimbang, Sang Kancil kemudian melangkah pelan menuju tempat seekor buaya yang paling besar. Dari jarak yang tidak terlalu dekat, ia memanggil seekor buaya yang tampaknya sedang tidur dengan mulut terbuka.
"Hai buaya, apakah kau sedang tertidur? Aku kancil. Aku sedang butuh bantuan. Apakah kau bisa menolongku?" tanya Sang Kancil dengan suara yang tidak terlalu keras.
Tiba-tiba mulut buaya itu menutup dengan suara yang keras. "Kancil? Kamu mau minta tolong apa? Aku tidak bisa kalau kerja gratis, carikan aku makanan, baru aku akan menolongmu." kata buaya.
"Baiklah, aku akan mencarikanmu kerbau gemuk, kau bisa bagi dengan teman-temanmu."
"Nah, itu bagus. Bawakan kerbau itu untukku, setelah itu aku akan menolongmu. Cepatlah!"
"Baiklah, tapi sebelumnya, aku ingin tau berapa banyak kawananmu di sungai ini, agar aku bisa mengira-ngira berapa ekor kerbau yang harus aku bawakan untuk kalian. Panggil kawan-kawanmu, berbarislah dari pinggir sungai ini hingga ke seberang sana agar aku mudah menghitungnya."
Dengan senang hati buaya itu memanggil kawanannya dan mereka kemudian muncul di permukaan air dan berbaris membentuk jembatan hingga ke seberang sungai. Segera saja kancil melompat dari punggung buaya satu ke punggung buaya lainnya sambil berhitung, dan sampailah dia di seberang sungai. Dengan riang gembira Sang Kancil berteriak. "Terimakasih Buaya sahabatku, lain kali aku akan datang lagi untuk meminta pertolonganmu."
Entah berapa lama buaya-buaya itu akan memimpikan kerbau gemuk untuk mereka santap, sementara Kancil sedang menjelajah dan menikmati pucuk-pucuk daun yang lezat di perbukitan itu.
ilustrasi: Yurika Dewi