Sepanjang siang tadi saya pulang ke dusun menemani kawan-kawan BaleBengong Denpasar, melali ke dusun.
Penyusuran kami mulai dari pantai Candikusuma, Kecamatan Melaya. Di pantai nelayan ini, kami sudah ditunggu oleh Pak Kelian Banjar Moding Kaja I Kadek Erayanta dan anggota KJW (Kelompok Jurnalistik Warga Moding Kaja) antara lain Dek Yudi, Yarka Moni dan Agus Linuh. Mereka lalu mengajak kami menapak tilas perjalanan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh yang konon dahulu kala "menitipkan" istri beliau kepada warga setempat di pesisir karena dalam kondisi hamil tua, sementara Ida Pedanda meneruskan perjalanan sucinya ke arah timur Pulau Bali.
Di atas tebing pantai ini ada sebuah candi kecil (tugu) bersudut tiga terbuat dari bata merah. Tugu inilah yang disebut Candi Kusuma, kemudian dipakai sebagai nama Desa Candikusuma. Candi ini konon dibangun oleh warga setempat pada tahun 1897 atas perintah pimpinan perkebunan Belanda yang bertugas di sana. Alasan membangun candi ini konon untuk tempat pemujaan, karena saat itu perkebunan Belanda di sana sering diganggu macan dan binatang buas lainnya, serta warga masyarakat sempat terkena wabah penyakit misterius (grubug). Konon sejak candi itu dibangun, keadaan kebun dan warga menjadi normal kembali. Sayangnya, candi yang asli sudah sempat dipugar entah oleh perintah siapa. Pemugarannya pun dilakukan secara amat buruk dan sembrono. Susunan batu bata asli yang tidak memakai perekat semen, justru sekarang disemen, lalu dikelilingi tembok beton yang juga asal-asalan. ????
Dari pantai Candikusuma kami menuju Dusun Moding. Di dusun yang terkenal dengan kebun vanili dan kakao ini kami mengunjungi rumah dan kebun petani setempat, Pak Ketut Sudomo. Pak Ketut Sudomo adalah salah seorang Petani Teladan Indonesia pada era 1990-an, yang telah banyak memberi inspirasi, pendampingan dan pelatihan serta menunjukkan keberhasilan pertanian kepada berbagai kalangan, termasuk menjadi "tempat belajar" bagi instansi-instansi berbagai pemerintah daerah, khususnya belajar tentang vanili dan kakao. Pak Ketut Sudomo juga adalah salah satu tokoh perintis kesenian Jegog di Banjar Moding.
Selanjutnya kami menuju rumah industri kreatif milik pionir Kelompok Wanita Tani (KWT) setempat. Rumah kreatif yang dikelola oleh Ibu Ayu ini bernama Coklat CK berada di tengah kebun. Di sini biji kakao hasil kebun di Banjar Moding diolah menjadi beberapa macam minuman coklat asli, camilan-camilan hingga coklat batangan. Pengolahan dilakukan dengan alat atau mesin manual serta dikemas secara kekinian di bawah binaan Bank Indonesia (BI). Rasa dahaga di siang yang tadi kebetulan cukup terik langsung terobati oleh jus coklat murni yang disajikan Ibu Ayu kepada kami semua.
Dari Rumah Coklat, kami menuju Dusun Senja yang berlokasi di Banjar Moding Kaja.
Di Dusun Senja, kami sudah ditunggu oleh ibu saya yang ditemani oleh Pak Agung Mang De dan istri, Gung Biyang Tami dan beberapa anggota STT Kusuma Bhakti Banjar Moding Kaja serta sahabat kami Made Suarbawa alias Made Birus dari Desa Tukadaya. Birus adalah penggerak Minikino dan pemilik "Rumah Baca Bali Tersenyum".
Di Dusun Senja kami makan siang dengan suguhan olahan tangan Agung Mang De, Agung Pekak Cakra, Gung Biyang Tami dan Gung Bagus berupa "lawar klungah" khas Jembrana, komoh (sup) daging ayam kampung dan ikan laut panggang, ditutup dengan secangkir kopi ditemani ketela dan pisang rebus.
Setelah obrolan singkat tentang apa dan bagaimana Dusun Senja ini dikelola, sekitar pukul 3 sore teman-teman dari BaleBengong bersiap kembali ke Denpasar dengan singgah dulu di Rompyok Kopi, di Negara.
Di Rompyok Kopi, sambil ngobrol tentang aktivitas sastra yang diselenggarakan Komunitas Kertas Budaya (sekarang menjadi Yayasan Kertas Budaya Indonesia), teman-teman BaleBengong khusus memesan Es Kuning dan Kopi Wanen, minuman dusun racikan Wayan Nanoq da Kansas yang satu-satunya di bumi itu. Haha.
Begitulah kisah kami melali ke dusun sepanjang hari ini, Sabtu 4 Februari 2023. Salam rahayu bagi kita semua.