Tiga Puisi: Desember, Lirih, Terhenti

17.11.19

 

DESEMBER

Usai cerita tentang senja
Namun senantiasa mengenang
Kini awan mulai mendendam
Hujan menyerta menderah
Berikut sambaran petir yang mencaci
Menyapu cahaya jingga yang dilaknat
Dalam diam aku berkesah
Dan tak berharap pelangi menyambut rintihan
Masih
Berjibaku dengan sunyi
Menikmati kesendirianku
Menikam malam penat
Berbisik lantang seraya menengadah
Seakan Malaikat menyampaikan nyanyian malamku
Meski gusar aku dalam peraduan
Aku menunduk menunggu Sang Pemurah Hati

__il.
Pwt, 30 Desember

 


 

LIRIH

Kini kau duduk anggun di pelataran prasasti
Menikmati kilauan mahkota singgasana
Menunggu Sang Raja menjamah elokmu
Kau jauh dan tak terlihat
Tak lagi kupandang
Menjadi bukan lagi senjaku
Seperti helai yang terjatuh di halaman
Kesesatan melangkahku beriringan
Tanpaku meminta menjadi rentan
Hanya menyisakan tunas tak berakar
Bait berikutnya menjadi samar
Tertutup ilalang di semak semanggi
Melunakkan tanah yang kupijaki
Yang menjadikan rindu semakin menghujam

__il.

 


 

TERHENTI

Otak melawan
tertahan berlari
Terperangkap dalam cawan
mendapati caci
Beriring langkah puan
menapaki bukit berduri
Tatap berundak depan
tengadah mencari mimpi
Awan membentuk kilauan
pada terik kulminasi
Jauh di ufuk terlihat rawan
melintas lewati sunyi
Senja tercipta rupawan
tergetar luluh sanubari
Senyum dalam pandang menawan
merusak langkah jemari
Mendapati langkah tak sejalan
memaksa nada terhenti

__il.

 

il.

Anak pesisir yang terombang-ambing ombak lautan.