Nama cendawan trichoderma pertama kali saya dengar saat mendokumentasikan wawancara RRI Denpasar dengan pak Wayan Sulendera, seorang praktisi pertanian asal Kabupaten Klungkung, di kantor Dinas Pertanian Provinsi Bali. Saya berkesempatan mencuri dengar bahwa cendawan trichoderma merupakan agen pengendali hayati yang efektif untuk mencegah penyakit layu pada pisang dan juga pada tananaman jagung atau cabe, yang disebabkan oleh cendawan fusarium.
Setelah sesi wawancara selesai, saya kemudian ngobrol sebentar dengan pak Wayan dan menggaris bawahi pertanyaan saya pada kata mencegah. Dalam hal ini ternyata kata kuncinya adalah mencegah penyakit layu, karena jika tanaman sudah menampakan gejala terkena penyakit tersebut, pengobatannya terbaik hanyalah melakukan eliminasi terhadap tanaman yang sudah terinfeksi fusarium, membakarnya dan mengganti dengan tanaman baru yang sehat, kemudian melakukan perlakuan sejak pengolahan tanah dengan melibatkan agen pengendali hayati cendawan trichoderma.
Di lingkungan desa tempat tinggal saya, penyakit layu ini sering disebut ‘virus pisang’, atau ‘penyalit jamur’. Tindakan yang dilakukan petani saat pisanganya mengalami penyakit layu sudah benar, dengan eliminasi. Namun ketika mengganti dengan tanaman baru, tidak ada perlakuan yang sifatnya usaha untuk mencegah ‘virus pisang’ kembali menjangkiti. Beberapa petani yang menyebut ini penyakit jamur atau cendawan, kadang melakukan penyemprotan pada tanaman yang masih dianggap sehat dengan fungisida sisa dari sawah. Kalau tidak ada sisa, ya sudah pasrah saja.
Dulu sekali, ayah saya pernah menanam cabe dimana buah cabe selalu rontok sebelum tua atau berwarna merah dan pucuk-pucuk pohon cabe ada yang layu atau patah, mungkin ini termasuk penyakit akibat cendawan fusarium atau sejenisnya. Akhirnya kami hanya memasak dengan cabai yang masih muda. Masih cukup pedas, tapi tentau saja betapa bahagianya seorang petani jika tanamannya sehat walafiat dan menghasilkan buah cantik memerah dan tentu saja layak untuk dijual. Waktu itu, ditawarkan melakukan penyemprotan dengan obat-obatan kimia, namun ayah saya menolak dengan alasan takut jika disemprot nanti malah berimbas pada ayam peliharaan kami yang kadang suka menyelinap dan makan cabe-cabe itu.
Ketika saya menemukan sedikit lahan yang bisa ditanami sekitar 20 – 30 batang pisang dan rencananya tumpang sari dengan cabe, ingin sekali melakukan perlakuan tanah sejak awal menggunakan trichoderma. Teringatlah saya pada cerita pak Wayan, bahwa kita bisa menangkap cendawan baik ini di bawah pohon bambu dengan umpan nasi kemari. Mulailah saya mengeksplor dunia maya dan mencari panduan praktis menangkap biang cendawan trichoderma.
Ada banyak panduan cara mendapatkan biang trichoderma F0 di internet, baik blog maupun berupa vlog. Berhubung kuata internet saya terbatas, saya baca saja berbagai artikel dan membandingkan setiap teknik yang dipresentasikan. Sayangnya kebanyakan tidak memberikan gambar panduan. Mungkin agar ringan dibuka oleh pengguna dengan jaringan internet kurang mumpuni seperti saya, sehingga blognya tidak menampilkan gambar.
Rumpun bambu disebut-sebut adalah habitat yang paling baik bagi trichoderma untuk berkembang. Beruntung, di ujung lahan milik keluarga kami ada serumpun bambu tali, sehingga tidak pusing lagi harus pergi ke kebun orang lain, yang biasanya rumpun bambu ditanam di pinggir sungai sebagai penahan erosi saat musim hujan.
Saya menggunakan dua teknik sekaligus dalam menangkap cendawan trichoderma. Pertama menggunakan bambu yang di belah dan cara kedua adalah improvisasi menggunakan plastik. Kenapa harus dua? Ya, karena ini usaha saya pertama kali dalam mendapatkan cendawan ini, sekalian saja saya lakukan lebih dari satu cara. Kalau semuanya berhasil, untunglah bagi saya akan punya beberapa paket trichoderma F0.
Bahan-bahan
Saya ceritakan dulu teknik menggunakan plastik. Saya menggunakan plastik ukuran satu kilogram. Plastik saya lubangi dengan menusukkan pisau di dua sisi, kemudian saya memasukan beberapa helai daun bambu yang sudah kering. Selanjutnya saya masukkan beberapa sendok makan nasi, kemudian yang terakhir plastik saya ikat bagian atasnya. Setelah siap, kemudian saya kubur dalam tanah, di sela-sela akar bambu.
Untuk teknik yang menggunakan bambu, langkah pertama adalah menyiapkan bambunya. Ruas bambu yang telah dipotong dibelah dua. Buat satu lubang kecil pada tiap sisinya, kemudian bersihkan dengan air dan keringkan. Setelah bambu kering, masukkan nasi di satu belahan bambu dengan dialasi daun bambu kering. Kemudian satukan kedua belahan bambu dan ikat dengan erat.
Setelah siap, mari ambil cangkul dan berangkat ke bawah rumpun bambu. Saya melakukannya pada pagi hari saat matahari baru saja terbit dan saya menemukan tanah masih basah sisa hujan tadi malam. Daun-daun bambu masih basah dan di mana-mana ada laba-laba yang siap dengan bentangan jaringnya sedang menunggu mangsa. Untung tidak ada yang menggigit dan memaksa saya menjadi spider man.
Saya membuat satu galian memanjang seukuran ruas bambu dengan kedalaman sekitar 10 centimeter, yang saya rasa sudah cukup untuk menguburnya di bawah permukaan tanah. Sebenarnya saya memiliki dua versi perangkap bambu ini, dimana versi kedua saya kubur di bawah tumpukan daun bambu.
Dalam beberapa petunjuk menangkap trichoderma, durasi yang disarankan adalah 5 – 7 hari untuk bisa memanen. Saya sebenarnya sudah gatal sejak hari ketiga ingin sekali melihat perkembangannya, tapi ternyata tidak bisa begitu terburu nafsu. Kita mesti sabar mengikuti siklus alam. Sama dengan membuat bakteri fotosintesis atau pupuk cair dengan nasi basi, kita butuh menunggu hingga beberapa hari agar nasi ditumbuhi jamur berwarna kuning, baru kemudian bisa dibiakkan dan butuh waktu fermentasi lagi hingga dia siap untuk digunakan.
Nah, silahkan lihat gambar berikut ini, bagaimana hasil panen trichoderma saya menggunakan dua ruas bambu dengan teknik mengubur yang berbeda.
Setelah memiliki trichoderma versi F0, maka kita siap untuk mengembangkan versi F1 agar stok yang kita punya cukup banyak. Saya berencana mengembangkan trichoderma versi padat dengan media beras dan jagung, serta membuat versi cair dengan media air, baru kemudian diaplikasikan ke lahan. Semoga penyakit layu pada pisang dan cabe dan tanaman lain bisa dicegah. Salam anti layu!