Belajar Menulis Naratif atau Non-Naratif, Apa Bedanya?

Kalau mau belajar nulis, baiknya belajar menulis naratif atau non-naratif? Sebenarnya tulis saja, karena belajar menulis adalah menulis itu sendiri. Teori dan pemahaman istilah-istilah seperti ini bisa dipelajari sambil jalan. Seperti kita belajar berjalan, mana pernah Ibu kita memberi teori teknik melangkah. Semuanya dipelajari sambil jalan sesuai kebutuhan, sesuai tantangan yang ada di depan kita. Yang Ibu kita lakukan adalah memberi semangat dan memberi apresiasi pada usaha kita. Ayo menulis!

Naratif atau non naratif adalah istilah yang saya temukan baik dalam dunia menulis ataupun dalam dunia film. Awalnya saya simpulkan bahwa dalam film, naratif adalah film cerita atau film fiksi dan non-naratif adalah film non-cerita yang bukan fiksi tentunya, sesederhana itu. Setelah memiliki kesimpulan itu saya anggap sudah selesai. Namun belakangan, karena menonton semakin banyak film saya mengetahui film non-fiksi, documenter ataupun program televisi juga dapat menggunakan cara bertutur naratif, dan demikian pula dalam menulis. Menulis sejarah juga bisa dikisahkan secara naratif.

Belajar Menulis Di Sekolah Dasar

Ingatkah kalian pelajaran menulis atau yang kita sebut dengan pelajaran mengarang? Seingat saya mengarang sudah mulai sejak di sekolah dasar. Kalau tidak salah, kelas empat atau kelas lima sudah mendapat tugas mengarang cerita. Secara serempak kita akan menulis sebauh kaliamat pembuka; Pada suatu hari saya pergi berlibur ke rumah nenek, dan seterusnya. Gaya menulis atau mengarang yang diajarkan pada kita ketika itu adalah cara bertutur secara naratif. Menarasikan tentang seseorang (tokoh) yang melakukan sesuatu (peristiwa) di suatu tempat (seting).

Bagaimanadengan menulis artikel untuk blog? Menurut saya, para blogger menulis dengan dua cara bertutur ini, naratif maupun non-naratif. Tentu saja tergantung dari karakter konten dan penulisnya. Menulis sebuah review film, bisa dibuat naratif ataupun non-naratif, bahkan menulis sebuah tutorial juga dapat memilih menggunakan cara tutur naratif.
Gini aja, ayuk kita simak apa sih perbedaan cara bertutur naratif dan non-naratif? Ketika kita sudah memiliki pemahaman dasarnya, kita jadi bisa mengenali selama ini cara bertutur kita dalam menulis itu cenderung ke mana sih? Atau kalau yang dalam proses belajar menulis, akan bisa melakukan eksperimen teknik bertutur ketika kita mengenali dua tipe bertutur ini, untuk dapat mencapai tujuan dari tulisan itu sendiri.

Perbedaan Naskah Naratif dan Non-Naratif

Bertutur naratif adalah bercerita, mendongeng, atau menyampaikan sebuah cerita, baik itu fiksi atau non-fiksi. Bertutur non-naratif adalah teknik penulisan yang terstruktur yang digunakan untuk aplikasi formal, makalah penelitian atau tulisan pembelajaran akademik. Kalau kita melihat bentuk atau contoh, ambil dan bacalah sebuah cerita pendek fiksi dan kemudian baca sebuah tugas esai tentang kesehatan.

Kisah naratif mengambil berbagai sudut pandang baik itu perspektif orang pertama, orang kedua ataupun orang ketiga. Sedangkan tulisan non-naratif selalu menggunakan sudut pandang orang ketiga. Kalau kalian sudah mencoba membaca dan memperbandingkan dua cara bertutur seperti yang saya sarankan di paragraf sebelumnya, kalian pasti dapat merasakan nuansa sudut pandang penceritaan ini.

Kemudian kita bicara format. Bertutur naratif lebih menekankan pada cerita; ada alur dari sebuah awalan yang menjadi seting atau penanda yang akan terjadi di masa depan dalam cerita tersebut. Ada aksi, ada kegagalan, ada klimak, dan ada resolusi. Kisah naratif memiliki plot, karakter dan seting sebagai kerangka bangunan bercerita. Sedangkan non-naratif selalu formal; dengan pembukaan, isi, dan konklusi, yang umumnya bertujuan menginformasikan dan mendidik. Penulisan non-naratif diawali dengan pendapat atau sudut pandang penulis tentang isu yang diangkat, kemudian didukung oleh data-data dan sumber-sumber yang dianggap kredibel.

Struktur kaliamat dalam bertutur naratif lebih lues yang kadang sengaja menggunakan struktur kalimat dengan susunan kata yang tidak biasa. Berusaha menemukan ritme atau rima sehingga kadang membolak-balik kata dalam struktur kalimat. Dalam menuliskan dialog, penutur naratif dapat membuat ungkapan yang lebih otentik, natural seperti kaliamat obrolan warung kopi yang gado-gado atau slengekan. Sedangkan dalam penulisan non-naratif sangat menekankan tata bahasa yang baik dan baku, karena bertujuan untuk pendidikan atau informasi-informasi formal.

Dalam penggunaan referensi atau hasil riset, penulisan non-naratif mengacu pada hasil riset formal yang dipertanggungjawabkan dengan mencantuman informasi sumber dengan jelas. Ketika menambahkan statistik atau kutipan, wajib ditulis sumbernya pula. Untuk penulisan naratif, riset dan referensi kerap diperlukan, namun tidak melakukan pencantuman sumber secara jelas atau detail seperti non-naratif, walaupun tulisan naratif yang sifatnya non-fiksi atau dari kejadian nyata.

Belajar Menulis Naratif atau Non-Naratif, Mana Yang Mau Dicoba?

Kalau saya mengingat pelajaran pertama dalam menulis, yaitu mengarang cerita tentang liburan sekolah, adalah cara bertutur naratif. Terus bagaimana kalau kita menulis untuk blog? Selama ini karena saya lebih banyak menulis berdasarkan pengalaman sendiri dan latar kepenulisan saya lebih banyak menulis cerita fiksi, maka gaya bertutur saya cenderung naratif. Saya lebih nyaman bertutur begini, bercerita, seprti saya ngobrol sama teman di teras rumah.

Penulisan non-naratif pernah saya lakukan ketika menulis untuk video-video profile perusahaan atau video laporan dinas pemerintah. Video-video seperti itu umumnya bicara data dan statistik perjalanan usaha atau tingkat pencapaian program-program dan pelayanan masyarakat. Demikainlah, cara bertutur akhirnya adalah pilihan sesuai dengan kebutuhan, maka tulis saja. Selamat menulis, mari berbagi dan saling menginspirasi.

Made Birus

Pencerita yang suka berbagi melalui tulisan, foto, tarot dan film yang terus didalami dan dinikmati. Tahun 2019 mengeluarkan buku kumpulan cerpen Politk Kasur, Dengkur dan Kubur. Beraktivitas bersama Minikino, Film Sarad, Mipmap dan Bali Tersenyum.