Di suatu sore hari, aku pergi ke rumah tetanggaku dekat pos satpam menaiki sepeda milikku, karena Ibu menyuruhku untuk membayar arisan. Di dalam perjalanan, aku berhenti di ujung gang dan aku melihat ke arah kiri dan kanan sebelum menyeberang perempatan. Saat aku melihat ke arah kanan, aku melihat rumah di pojokan yang kosong dan sepi. Rumah itu mempunyai pintu pagar besar berwarna merah marun dengan motif harimau dan sebuah pintu pagar kecil di pojok kanan rumah. Halaman rumah tersebut kotor karena banyak dedaunan kering dan sampah berserakan, beberapa tanaman terlihat layu.
Saat melihat rumah itu, membuatku teringat pada kenangan saat berumur sekitar tiga tahun. Dulu, rumah itu terlihat tidak sepi, ada yang tinggal di sana. Mereka adalah keluarga yang berjumlah empat orang, suami, istri dan dua anak. Salah satu anak dari keluarga itu adalah sahabat pertamaku, Putu.
Putu adalah seorang anak laki-laki yang sangat ramah, polos, dan sering tertawa. Usianya satu tahun lebih muda dariku. Aku sering sekali bermain sepeda dengannya di halaman luas rumah itu. Dia tidak mempunyai sepeda, jadi kami menggunakan sepeda milikku dan kadang boncengan atau bergantian menggunakannya. Sepedaku berwarna merah muda dengan motif buah stroberi, dan beroda empat. Dua roda besar, satu berada di depan dan satu berada di belakang. Dua roda lagi berbentuk roda kecil dan berada di sebelah kiri dan kanan roda besar bagian belakang, agar aku dan Putu tidak jatuh saat menaiki sepeda.
Sebenarnya rumah berhalaman luas itu bukan milik keluarga Putu. Ayah Putu bekerja sebagai penjaga di rumah itu. Ayahnya bertugas untuk menyapu halaman, menanam tanaman seperti bunga, menyiram tanaman, mencabut rumput, dan menyapu lantai rumah. Semua pekerjaan itu dilakukan setiap hari, sehingga rumah itu terlihat bersih, tanaman berbunga, dan rumah terlihat asri.
Ayah Putu rajin dan serius dalam melakukan pekerjaan, walaupun badannya kurus dan memiliki kecacatan di kaki kirinya. Kata Ayahku, Ayah Putu mengalami penyakit Polio di kaki kirinya waktu masih kecil. Menurut tulisan yang aku baca di internet, penyakit polio adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menular. Virus ini menyebabkan cedera saraf yang berisiko menyebabkan kelumpuhan pada kaki.
Ibu Putu biasa memasak makanan untuk keluarga, selain itu dia juga membantu tetangga-tetangga sekitar untuk mencuci dan menyetrika pakaian, termasuk di rumahku.
Putu juga mempunyai seorang Adik Perempuan. Namanya Kadek. Umurnya sekitar enam bulanan. Ibuku pernah menyumbangkan kereta bayi milikku kepada mereka untuk Kadek. Saat bosan bermain sepeda kami juga mendorong Kadek yang ada di kereta bayi. Tapi, saking brutalnya Putu, dia mendorongnya dengan kuat sampai di sisi rumput, membuat kereta bayi terjungkal dan Kadek menangis secara histeris. Oeeeek!!! Mendengar suara tangisan Kadek, Ibunya yang sedang memasak panik dan langsung datang untuk menenangkannya sambil memarahi Putu. Aku dan Putu bengong memandangi Ibu Putu, walaupun aku tidak dimarahi.
Kejadian seru lainnya adalah saat merayakan ulang tahun Putu yang ke tiga. Aku dan Ibuku datang sekitar jam tujuh malam, untuk ikut merayakannya bersama keluarga Putu di sebuah Bale Bengong tempat tinggalnya. Disana ada kue Ulang Tahun untuk Putu, dan kami semua menyanyikan lagu Happy Birthday dan Selamat Ulang Tahun. Setelah itu Putu meniup lilin di kue ulang tahunnya dan memotong kue. Kami makan kue tersebut. Kami senang sekali, rasa kuenya juga enak. Aku ingin sekali merayakan ulang tahun seperti itu. Jadi aku meminta ibuku untuk merayakan ulang tahunku nanti. Tetapi kata ibuku tidak bisa, karena kue ulang tahun katanya mahal. Aku merengek-rengek empat kali sehari, akhirnya orang tuaku menjanjikanku untuk merayakannya saat aku sudah sekolah TK, agar ada teman-teman yang bisa kuundang.
Aku juga teringat kejadian seru lainnya. Saat itu dia pergi ke rumahku di sore hari dan bermain bersamaku dengan waktu yang cukup lama. Kami bermain dengan Krayon milikku. Kami mencorat-coret tembok dekat halaman belakang, tembok dekat kamar Orang Tuaku, dan tembok dekat tangga menuju lantai atas. Tembok-tembok tersebut dipenuhi oleh coretan krayon berbentuk bulat tidak beraturan, kotak yang aneh, dan garis-garis tidak jelas. Orang Tuaku tidak memarahi kami, melainkan membiarkannya dan menasehati kami untuk tidak mencoret-coret tembok.
Tetapi sekarang sudah berbeda, aku sudah kelas 6 SD, banyak sekali hal yang berubah. Ada bangunan baru dan tetangga baru. Sayangnya, Putu dan keluarganya sudah tidak ada di rumah itu lagi. Mereka pergi dari rumah itu karena rumah itu akan dijual oleh sang pemilik rumah. Karena itu mereka sekeluarga terpaksa harus kembali ke kampung asal mereka; Buleleng. Mereka pindah sebelum aku berulang tahun, padahal aku sangat ingin mengundangnya.
Setelah bertahun-tahun mereka kembali ke Buleleng, rupanya rumah itu tidak dijual. Sang pemilik rumah masih sering kulihat mampir atau menginap di sana selama beberapa hari.
Oh iya, aku harus membayar Arisan Ibuku! Kira-kira, sekarang Putu bagaimana kabarnya, ya?