Kemarin lusa, saya diminta untuk datang ke rumah kontrakan teman saya yang membuka usaha pencucian pakaian, dengan nama Kadek’s Laundry. Kadek mengalami masalah dengan daya listrik, saat harus mengoperasikan dua buah setrika dan dua mesin cuci. “Listriknya jeglag-jegleg. Yang punya rumah bilang ini sembilan ratus watt.” Kadek menjelaskan ketika saya tiba di rumahnya.
Agar kelihatan meyakinkan dimata Kadek, saya melihat lebih seksama panel listriknya, kemudian sebagai teman saya memberi dua opsi. Yang pertama Kadek harus melakukan penghematan dengan satu setrika saja dan satu mesin cuci saja. Kedua, Kadek harus mengajukan permohonan penambahan daya ke perusahaan listrik.
“Ya saya hitung-hitung dulu, mana yang lebih menguntungkan.”
Sambil menikmati teh botol yang disuguhkan, saya mendapat penjelasan bahwa potensi bisnis laundry sedang naik daun. Semua orang membutuhkan jasa cuci-mencuci. Semua ingin praktis dan cepat. Mesin cuci ternyata belum menjadi solusi yang sempurna, karena sebagian orang menginginkan yang lebih mudah. Tinggal klik, pakaian kotor sudah tersetrika rapi.
“Tahu tidak, bisnis apa yang akan laku keras dalam tahun-tahun kedepan ini?” Kadek memberi teka-teki, dan saya pura-pura berpikir keras dengan mengetuk-ngetuk pelipis menggunakan jari telunjuk.
Suara mesin cuci berhenti menderu kemudian Kadek mengeluarkan pakaian-pakaian yang sudah setengah kering, membawanya dengan ember besar berwarna biru dan menggantungnya satu persatu di jemuran. Saya memindahkan diri ke depan tv yang menyala, dan saya sudah berhenti berpikir ketika Kadek masuk dan menanyakan kembali teka-tekinya. Saya hanya menggelengkan kepala.
“Begini bro,” kata Kadek setelah duduk di sebelah saya. “Sekarang orang selalu berpikir praktis dan tidak mau susah. Bayangkan betapa debu dan asap yang beterbangan diluarsana. Ketika otak manusia juga terkontaminasi oleh polusi-polusi jaman edan. Saat mereka bertengger di titik puncak kemanjaan duniawi. Kemudian ketika sebuah badai datang dalam kehidupan mereka, maka saya yakin otak mereka nyaris pada posisi 100% kotor, terkontaminasi, stress. Dan saat itulah saya perlu memasang poster ‘terima cuci otak’.” Kadek tertawa keras sekali saat mengakhiri kelakarnya.
Cuci otak saya pikir sangat ekstrim dan terdengar radikal. Tapi setelah saya renungkan, setiap orang telah mengalami kekeruhan dalam otaknya akibat stres harian, yang seakan menjadi brand image manusia modern. Orang sibuk pasti stres, banyak uang banyak stres, banyak pikiran jadi stres, agar dikira sukses orang-orang mengatakan dirinya stres.
Saya yakin bahwa Kadek akan sudah sangat terlambat memasang poster terima cuci otak, jika menunggu beberapa tahun lagi. Banyak orang saat ini sudah bersedia membayar mahal untuk sebuah terapi yang menenangkan jiwa, seminar yang membangkitkan gairah hidup, ceramah pembersih jiwa, buku petunjuk menjadi bahagia, video kotbah, hingga siaran tv pencerahan jiwa.
Membersihkan baju dan pikiran sama-sama capek, makanya jangan sampai kena saus sambal.